Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah: New Normal adalah Perubahan Budaya, Bukan Pelonggaran PSBB

Kompas.com - 19/05/2020, 07:42 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, istilah new normal lebih menitikberatkan perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

Hal ini disampaikan menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk tenaga kesehatan, atas rencana penerapan new normal.

"New normal adalah perubahan budaya. (Misalnya) Selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), memakai masker kalau keluar rumah, mencuci tangan, dan seterusnya," ujar Yuri saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (18/5/2020).

Baca juga: Kegamangan Tenaga Medis di Tengah Skenario The New Normal Indonesia...

Selain perubahan perilaku masyarakat, lanjut Yuri, new normal nantinya juga mengubah paradigma pelayanan kesehatan.

"Yang mana, kata Yuri, layanan kesehatan akan mengedepankan cara online. Nanti dari konsultasi akan ditentukan kapan ketemu dokter jika diperlukan. Mengedepankan itu bukan mengharuskan, tetapi tergantung kondisi dan situasi," ungkap dia.

Lebih lanjut, Yuri mengungkapkan, meski menggaungkan new normal, Presiden Joko Widodo hingga saat ini tidak menginstruksikan untuk melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Dia menilai, kekecewaan tenaga kesehatan saat ini disebabkan perilaku masyarakat yang kurang disiplin mematuhi protokol pencegahan penularan virus corona (Covid-19).

Baca juga: Menristek: Kondisi New Normal Harus Ada Pengelompokan Masyarakat

"Yang pasti sampai sekarang Presiden tidak melonggarkan PSBB. Rakyat diminta patuh, tenaga kesehatan kecewa sama perilaku masyarakat yang tidak patuh," tutur Yuri.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia belakangan menggaungkan istilah the new normal atau pola hidup normal versi baru yang menuntut warga hidup berdamai dan berdampingan dengan pandemi Covid-19.

Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, dalam new normal, ada indikasi beberapa sektor kegiatan yang tadinya ditutup akan dibuka kembali.

Baca juga: PLN Tengah Matangkan Skenario New Normal

Namun, skenario new normal ini berpotensi menciptakan peningkatan kasus Covid-19 lagi dan berimbas pada tenaga medis, khususnya para perawat.

"Ini yang menjadi perhatian kami. Kami sudah punya prediksi, khawatir ada banyak eskalasi kasus. Jika kasus meningkat, maka kami-kami juga yang menjadi ujung tombak," ujar Harif ketika dihubungi Kompas.com pada Senin.

"Menjadi kegamangan tersendiri (bagi perawat) karena itu tadi, berarti masih lama kami akan bertugas seperti hari ini," lanjut dia.

Sulit dibantah, para perawat bersama dokter dan tenaga medis lain merupakan kalangan yang paling rentan dengan risiko terpapar Covid-19.

Baca juga: Pertamina Siapkan Protokol The New Normal untuk Melindungi Pekerja dan Pelanggan

Mereka bekerja sekitar delapan jam sehari dan selama itu pula tubuh mereka dibungkus alat pelindung diri lengkap.

Mereka berhubungan langsung dengan pasien suspect ataupun positif Covid-19 di tempat paling terpapar.

Hingga saat ini, data PPNI menyebutkan, 20 perawat pasien Covid-19 telah meninggal dunia, 59 perawat positif Covid-19, dan 68 perawat tengah dirawat sebagai pasien suspect ataupun positif Covid-19.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com