JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai bahwa Presiden Joko Widodo sengaja menaikkan iuran BPJS Kesehatan dengan nominal yang berbeda dari kenaikan iuran sebelumnya.
Langkah itu dianggap sebagai dalih pemerintah supaya kenaikan iuran BPJS kesehatan yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 itu tak disebut bertentangan dengan putusan MA.
Padahal, menurut Feri, hal tersebut mengindikasikan adanya upaya penyelundupan hukum.
Baca juga: Naikkan Kembali Iuran BPJS yang Sudah Dibatalkan MA, Jokowi Dinilai Menentang Hukum
"Kalau mengubah jumlah kenaikan (iuran BPJS kesehatan) itu bagi saya penyelundupan hukum saja," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).
"Mungkin di sana upaya main hukumnya, dengan demikian presiden bisa beralasan bahwa perpres ini tidak bertentangan dengan putusan MA," lanjutnya.
Pada akhir tahun lalu, Jokowi sempat menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Namun, pada akhir Februari 2020, MA membatalkan kenaikan tersebut.
Baca juga: Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Dinilai Kehilangan Nalar
Dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020, nominal kenaikan iuran BPJS Kesehatan sedikit berbeda dari kenaikan iuran yang tertuang dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Meski berbeda nominalnya, menurut Feri, langkah presiden menaikkan iuran BPJS Kesehatan tetap tak dapat dibenarkan.
Sebab, putusan MA pada pokoknya melarang pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
"Seberapapun jumlah (kenaikan iuran)-nya, maka tidak benar kenaikan (iuran) BPJS," ujar Feri.
Baca juga: Perpres Iuran BPJS Kesehatan Naik, Apa Bedanya dengan yang Dibatalkan MA?
Selain itu, lanjut Feri, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.
Hal itu tertuang dalam Undang-undang tentang MA dan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.
"Pasal 31 UU MA menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya dia tidak dapat digunakan lagi, termasuk tidak boleh dibuat lagi," ujarnya.
Baca juga: Jokowi Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan di Tengah Pandemi
Sehingga, siapapun yang membuat peraturan baru yang melawan putusan MA, dapat disebut menentang putusan pengadilan dan mengabaikan hukum atau disobedience of law.
"Harusnya presiden taat dan tidak memaksakan keadaan," kata Feri.
Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan dengan menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Baca juga: Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Rinciannya...
Berikut rinciannya: