Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER DI KOMPASIANA] Legalisasi Ganja | Pemulangan WNI Eks-ISIS | Label "Keluarga Miskin"

Kompas.com - 08/02/2020, 15:19 WIB
Harry Rhamdhani,
Amir Sodikin

Tim Redaksi

KOMPASIANA - Dalam diskusi terbuka mengenai ganja dalam tayangan Rosi, "Ganja: Mitos dan Fakta", banyak sudut pandang baru mengenai ganja dan segala turunannya yang menjadi polemik belakangan ini.

Sebagai pemantik, Anggota DPR Komisi VI Rafly Kande dari Fraksi PKS melontarkan usulan agar ganja jadi komoditas ekspor.

Hingga saat ini, aspek hukum legalisasi ganja akan bertentangan dengan UN Single Convention 1961 dan UN Convention 1988 tentang narkotika dan obat-obatan terlarang.

Sedangkan ganja sendiri banyak diperdagangakan dalam bentuk cannabidiol (CBD) merupakan ekstraksi dari tanaman tersebut. Permintaan akan CBD terus meningkat untuk dipakai di bidang kedokteran.

Selain topik mengenai polemik pelegalan ganja masih ada pembahasan lain pekan ini di Kompasiana seperti pemulangan WNI di Suriah atas status mereka karena eks-ISIS hingga pelabelan "Keluarga Miskin".

Berikut 5 artikel terpopuler dan menarik di Kompasiana dalam sepekan:

1. Ekspor Ganja Bukan Berarti Legalisasi Ganja Sepenuhnya

Dari usulan ekspor ganja, ada yang perlu dicatat yakni: mengekspor ganja bukan berarti melegalisasi ganja sepenuhnya.

Menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor, tulis Kompasianer Himam Miladi, bukan berarti membuat ganja bisa diperjualbelikan secara bebas untuk kemudian digunakan secara bebas pula di Indonesia.

Inilah yang kemudian menjadi sulit untuk diperjuangkan oleh beberapa kalangan. Sebab, yang benar ada memanfaatkan ganja, bukan (sekadar) melegalkannya. Memang sudah banyak negara-negara yang memanfaatkan seperti Thailand untuk di kawasan Asia Tenggara.

"Indonesia juga bisa mencontohnya. Misalnya, untuk pengawasan dan pengelolaan (ekspor dan penyediaan pasokan) bisa diserahkan pada Badan Narkotika Nasional (BNN). Lembaga ini kemudian menunjuk pihak ketiga untuk menyediakan lahan budidaya ganja," lanjut Kompasianer Himam Miladi pada tulisannya. (Baca selengkapnya)

2. Ekspor Ganja Itu Tidak Semudah dalam Khayalan, Ini Sebabnya...

Kompasianer asal Aceh, Abanggeutanyo menulis: "ganja kita" belum masuk yang terbaik dunia. Jika sudah dibudidayakan secara massal, misalnya maka harga ekspornya sangat rendah sekali.

Bila merujuk laporan yang dibuat oleh Herb.co edisi 14 Agustus 2019, dalam rilis 10 penghasil ganja terbaik, tidak ada ganja Aceh --atau, Indonesia.

Lalu, jika ganja dilegalkan, mau dibawa ke mana harta karun di ladang sangat luas tersebut? (Baca selengkapnya)

3. 600 Orang di Suriah Itu Masih WNI

Pembahasan tentang 600 orang yang kini terkatung-katung di Timur Tengah, menurut Kompasianer Yon Bayu, mestinya tidak perlu diimbuhi dengan narasi kebencian, apalagi ketakutan yang didasarkan pada asumsi berlebihan.

Sebab, WNI yang bergabung dengan ISIS dapat dimasukkan dalam kategori "menjadi tentara asing yang memberontak pada pemerintahan yang sah" dalam hal ini Suriah dan Irak.

Lagipula dari total 600 WNI, hanya 47 orang yang benar-benar "menjadi tentara asing" sehingga kemudian ditahan karena kejahatannya.

Maka langkah Presiden Jokowi yang masih mengumpulkan fakta-fakta sebelum mengambil keputusan terhadap nasib 600 orang itu sudah tepat.

"Demikian juga proses verifikasi dan profiling yang tengah dilakukan kepolisian, juga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan pihak lainnya," tulis Kompasianer Yon Bayu. (Baca selengkapnya)

4. Menimbang Untung dan Rugi Kinerja Dagang RI-China di Tengah Wabah Virus Corona

Setelah warga Indonesia di Wuhan, China, telah berhasil dievakuasi kemudian sedang dalam karantina, ternyata menyisakan babak baru: bagaimana hubungan dagang antara China dan Indonesia?

Dubes China menyebut, Indonesia akan jauh banyak dirugikan mengingat ekspor RI ke China yang dominan dibanding impor --pun sama halnya di sektor parawisata.

Sebagai seorang birokrat yang bergelut dalam sektor perikanan, Kompasianer Cocon coba menelaah lebih lanjut mengenai sejauh mana imbasnya terhadap kinerja ekonomi di sektor ini.

"Namun demikian imbas tidak akan terlalu signifikan mempengaruhi kinerja ekonomi sektor perikanan, mengingat China hanya berkontribusi sekitar 14 persen saja terhadap devisa ekspor perikanan Indonesia," tulisnya. (Baca selengkapnya)

5. Tempeli Stiker "Keluarga Miskin", Kok Saya Merasa Kurang Pas Ya?

Jika merujuk data BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2019 sebesar 25,14 juta orang atau sekitar 9,82 persen dari total penduduk.

Untuk mempermudah dan dibantu dengan tepat, maka langkah yang diterapkan oleh pemerintah dengan melabeli "Keluarga Miskin" bertujuan untuk menertipkan para penerima PKH yang sebenarnya tidak berhak.

Dari apa yang ditemukan oleh Kompasianer Hamdani, ada ratusan keluarga penerima program PKH di Aceh mengundurkan diri.

"Mereka merasa malu, saat akan dipasang stiker keluarga miskin oleh petugas PKH," tulisnya. (Baca selengkapnya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com