Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tegaskan Pergantian Frasa, Panwas Kabupaten/Kota menjadi Bawaslu

Kompas.com - 29/01/2020, 14:30 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang menyoal frasa "panitia pengawas kabupaten/kota".

Melalui putusan itu, Mahkamah menegaskan bahwa frasa panitia pengawas kabupaten/kota tidak dapat dimaknai sebagai Panwas, melainkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kabupaten/kota.

Frasa Panwas kabupaten/kota yang dimuat dalam UU Pilkada, sepanjang tidak diartikan sebagai Bawaslu kabupaten/kota, menurut Mahkamah adalah bertentangan dengan UUD 1945.

"Menyatakan, frasa panwas kabupaten/kota bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai Bawaslu kabupaten/kota," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).

Baca juga: Sidang di MK, Peran Panwas Kabupaten/Kota Diusulkan Dihilangkan

Dalam pertimbangannya, Mahkamah mengungkap adanya perbedaan penyebutan istilah pengawas kabupaten/kota yang dimuat dalam UU Pemilu dengan yang ada di UU Pilkada.

Awalnya, dalam nomenklatur ihwal pengawas kabupaten/kota yang dimuat di Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilu, digunakan frasa Panwas kabupaten/kota.

Namun, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, frasa yang digunakan adalah Bawaslu kabupetan/kota.

Frasa dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 kemudian dijadikan dasar untuk menentukan nomenklatur pengawas kabupaten/kota yang diatur dalam undang-undang pilkada.

Atas ketidaksamaan penggunaan frasa ini, Mahkamah khawatir akan muncul dua institusi pengawas penyelenggaraan pemilihan di tingkat kabupaten/kota. Pasalnya, Panwas dan Bawaslu tidak dapat disamakan.

Ada sejumlah perbedaaan di antara keduanya, yang berkaitan dengan sifat kelembagaan, komposisi lembaga, hingga pemilihan anggota.

Dalam hal sifat kelembagaan, Panwas adalah lembaga yang bersifat ad hoc atau sementara dan dibentuk mendekati pelaksanaan Pemilu atau Pilkada.

Sedangkan Bawaslu bersifat tetap atau permanen yang keanggotannya menjabat selama lima tahun.

Baca juga: Bawaslu: Anggota Panwas yang Meninggal Dunia 55 Orang

Dari segi keanggotaan, Panwas hanya diisi oleh tiga orang anggota, sementara jumlah anggota Bawaslu sebanyak lima hingga tujuh orang.

Terakhir, dalam hal pemilihan keanggotaan, anggota Panwas dipilih melalui tim seleksi yang dibentuk melalui Bawaslu provinsi. Sedangkan Bawaslu kabupeten/kota dipilih oleh Bawaslu RI.

"Dengan terjadnya perubahan itu, mesti disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017. Apabila penyesuaian tidak dilakukan akan berdampak pada ketidakpastian hukum lembaga pengawas pemilu, termasuk pemilihan terhadap kepala daerah," ujar Hakim Saldi Isra.

Untuk diketahui, gugatan uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota ini dimohonkan oleh Ketua Bawaslu Sumatra Barat Surya Efitrimen, Ketua Bawaslu Kota Makassar Nursari dan Anggota Bawaslu Ponorogo Sulung Muna Rimbawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com