Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada 2020 Dinilai Jadi Kesempatan KPU Kembalikan Kepercayaan Publik

Kompas.com - 13/01/2020, 14:57 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, momentum Pilkada serentak 2020 mestinya bisa dimanfaatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Hal ini penting pasca-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

"Adanya Pilkada serentak 2020 merupakan keuntungan bagi KPU untuk menjadi instrumen yang digunakan KPU untuk merebut kembali kepercayaan publik pada lembaga ini setelah serangan berat akibat OTT terhadap salah satu komisionernya," kata Titi melalui keterangan tertulis, Senin (13/1/2020).

Baca juga: KPU Harapkan Proses Penggantian Wahyu Setiawan Bisa Segera Dilakukan

Menurut Titi, untuk mengembalikan kepercayaan publik itu, seluruh jajaran KPU harus menunjukkan kinerja dan prestasi terbaik mereka.

Harus ada evaluasi menyeluruh atas sistem integritas yang ada di KPU, dan memastikan supaya pengawasan internal dalam mencegah pelanggaran dan praktik kecurangan tidak terjadi.

KPU juga diharapkan untuk bekerja sama dengan KPK dan instansi terkait yang relevan, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ombudsma serta kelompok masyarakat antikorupsi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).

"Dari hasil evaluasi bersama ini mestinya bisa didapat skema yang lebih efektif untuk mencegah terjadinya kecurangan dan praktik korupsi di jajaran KPU," ujar Titi.

Titi juga mendorong KPU untuk memperbaiki kerja samanya dengan sesama lembaga penyelenggara pemilu untuk memudahkan deteksi atas potensi terjadinya kecurangan atau pelanggaran, khususnya saat penyelenggaraan pilkada 2020.

Forum tripartit KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) diharapkan dapat diintensifkan dan diselenggarakan secara reguler supaya pencegahan kecurangan dan manipulasi di jajaran penyelenggara pemilu menjadi efektif.

Tak hanya itu, KPU juga diminta untuk membangun tata kelola lembaga yang lebih bersih melalui penguatan manajemen pemilu dan pilkada yang terbuka, transparan, dan akuntabel.

"Ini bisa dibantu menggunakan fasilitasi teknologi informasi misalnya menyediakan call center atau pusat pengaduan multi akses untuk menampung berbagai pengaduan dan laporan terintegrasi atas kinerja, profesionalisme, dan integritas jajaran KPU," kata Titi.

Sebelumnya, KPK menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

Baca juga: Alasan PPP Targetkan Kemenangan di 8 Wilayah Jatim pada Pilkada 2020

Wahyu diduga menerima suap dari Politisi PDI-Perjuangan Harun Masiku yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Selain menetapkan Wahyu dan Harun, dalam kasus ini KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful.

Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Sementara Harun dan Saeful disebut sebagai pihak yang memberi suap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com