Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Jadi Tersangka Penyerang Novel Baswedan, Presiden Diminta Evaluasi Polri

Kompas.com - 30/12/2019, 17:34 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Novel Baswedan menilai terlibatnya anggota aktif Polri sebagai tersangka penyerangan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan harus menjadi perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo.

Jokowi diminta mengevaluasi kinerja Polri, termasuk kewenangan dalam menangani kejahatan.

Anggota Tim Advokasi Novel, Alghiffari Aqsa menyatakan, anggota Polri mestinya menggunakan keterampilan, senjata, dan kewenangannya untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan, bukan justru melakukan kejahatan.

"Sungguh berbahaya apabila kewenangan itu digunakan untuk melakukan kejahatan karena pasti jauh lebih sistematis dan berdampak besar daripada dilakukan anggota masyarakat biasa tanpa keahlian, senjata maupun kewenangan," kata Alghiffari dalam siaran pers, Senin (30/12/2019).

Baca juga: Tim Advokasi Novel Baswedan Desak Presiden Bentuk TGPF Independen

Alghiffari khawatir hal tersebut dapat mengarah pada state terrorism atau teror oleh negara dan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat.

Di samping itu, Tim Advokasi Novel juga mempertanyakan keseriusan Polri dalam mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Sebab, Novel sempat mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 23 Desember 2019 yang pada intinya penyidik memiliki hambatan dengan belum menemukan dua orang pelaku.

Novel Baswedan juga mendapatkan salinan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ketiga yang dikirim ke Kejaksaan Tinggi.

"Tim Advokasi menilai adanya penangkapan tersangka empat hari setelah dikeluarkannya SP2HP dan SPDP menunjukkan (penyidik) Polri selama ini bukannya tidak sanggup (unable) tetapi lebih kepada tidak mau (unwilling) dalam mengungkap perkara ini," kata Alghiffari.

Baca juga: Sketsa Wajah Penyerang Novel Baswedan Dinilai Janggal, Mahfud MD: Buktikan di Pengadilan

Untuk itu, Tim Advokasi Novel Baswedan pun mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim gabungan pencari fakta yang independen.

"Presiden perlu segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta dengan melibatkan orang-orang berintegritas dan kompeten agar kasus serangan terhadap Novel dapat terungkap hingga aktor intelektual/penggeraknya," kata Alghiffari.

Diberitakan sebelumnya, Polri telah menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan, Kamis (26/12/2019) kemarin.

Kedua tersangka yang merupakan anggota polisi aktif berinisial RM dan RB itu baru diungkap setelah kasus penyerangan Novel terjadi lebih dari 2,5 tahun yang lalu.

Novel diserang pada 11 April 2017 saat berjalan menuju kediamannya, setelah menunaikan ibadah shalat Subuh di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Akibat penyiraman air keras ini, kedua mata Novel terluka parah. Dia sempat menjalani operasi mata di Singapura.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com