JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mendorong pembentukan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dalam mencegah kejahatan siber.
Kepala Subdit 2 Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul mencontohkan perlindungan data pribadi di Jepang.
Menurut dia, warga Jepang lebih terlindungi karena tidak lagi menggunakan kartu SIM untuk operasional ponsel mereka.
"Kalau di Jepang kita tidak pernah bisa beli kartu handphone, tapi bisanya beli handphone. Handphone itu sudah on dan teregister atas nama yang beli," ujar Rickynaldo Chairul di Kantor Humas Mabes Polri, Jakarta, Senin (23/12/2019).
Dengan demikian, orang yang membeli ponsel tidak perlu lagi membeli kartu SIM secara terpisah sehingga kejahatan siber melalui media telekomunikasi bisa diminimalkan.
Menurut dia, sejumlah negara yang sudah melakukan hal tersebut.
Sementara itu, di Indonesia, DPR dan Pemerintah telah menyepakati RUU perlindungan data pribadi masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
RUU ini menjadi satu dari 50 RUU yang masuk dalam prolegnas prioritas.
Pada Senin, Polri meringkus sindikat kejahatan siber asal Sulawesi Selatan beromzet Rp 100 juta hingga Rp 200 juta per bulan.
Keempat pelaku antara lain Rahman (28), Sandi (25), Herman (34), dan Taufik (32). Keempatnya berasal dari Pare-Pare, Sulawesi Selatan.
Pelaku melakukan penipuan dengan modus menyebarkan SMS. Rahman, berperan sebagai penyebar SMS blasting.
Baca juga: Polri: SMS Blasting Palsu Semua, Jangan Percaya!
Kemudian, Sandi sebagai bendahara atau pemegang uang hasil kejahatan. Lalu, Herman dan Taufik sebagai marketing.
Dalam melancarkan aksinya, para pelaku mengatasnamakan pekerja perusahaan kredivo, PT Finaccel Digital Indonesia (FDI).
Para pelaku tersebut mengirimkan SMS blasting melalui sim card yang dipasang di 94 buah modem ke nasabah PT FDI dengan mengirimkan sejumlah penawaran.
Seperti penawaran investasi mata uang asing, pembelian barang online, investasi elektronik, alat musik, hingga penambahan limit pinjaman mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta.
"Akibat tindakan para pelaku, PT FDI mengalami kerugian mencapai Rp 500 juta," kata dia.
Para pelaku sudah berkecimpung dalam dunia kejahatan siber sejak tiga hingga empat tahun terakhir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.