JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi PDI Perjuangan Charles Honoris meminta mahasiswa menyudahi aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Sebab, sebagian tuntutan mahasiswa untuk menunda pengesahan sejumlah rancangan undang-undang kontroversial sudah dipenuhi.
Pemerintah dan DPR sudah sepakat menunda empat pengesahan RUU, yakni Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertahanan dan RUU Minerba.
"Tentu saja aspirasi teman-teman mahasiswa harus kami hargai. Presiden juga sudah mendengarkan aspirasi publik," ujar Charles dalam keterangan tertulis, Rabu (25/9/2019).
"Maka sudahilah aksi demonstrasi karena sudah ada pihak-pihak yang jelas menunggangi ketulusan hati adik-adik mahasiswa untuk kepentingan politik tertentu," kata dia.
Baca juga: Tiga Mahasiswa Hilang Saat Kerusuhan, BEM UIN Jakarta Minta Bantuan LBH
Charles menyebut, demonstrasi di sekitar Senayan yang berujung anarkistis semalam menjadi bukti terang bahwa aksi-aksi mahasiswa telah ditunggangi oleh perusuh.
Akan tetapi, Charles Honoris tidak menjelaskan siapa pihak yang menunggangi mahasiswa sehingga terjadi kerusuhan.
Dia melanjutkan, kepolisian juga sudah mengonfirmasi ada perusuh yang bukan mahasiswa, telah menunggangi demonstrasi semalam sehingga berujung anarkistis, dengan pola mirip aksi 22 Mei 2019.
"Oleh karenanya, aksi-aksi demonstrasi mahasiswa terkait hal ini tidak diperlukan lagi, kecuali ingin memberi peluang kepada pengacau dan perusuh untuk menungganginya," kata Anggota Komisi I DPR ini.
Charles mengatakan, pengesahan RKUHP memang sudah seharusnya ditunda. Sebab, masih mengandung sejumlah pasal yang berpotensi merugikan hak-hak sipil dan hak-hak konstitusional masyarakat secara luas.
Baca juga: Presiden Didesak Intruksikan Kapolri Investigasi Kekerasan Aparat saat Demo Mahasiswa
Saat ini, kata dia, tidak ada urgensi mendesak untuk segera mengesahkan RUU KUHP yang masih sangat bermasalah tersebut.
Charles menyebut, masih banyak masalah dan tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia ke depan.
Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak menyatukan langkah dan fokus membangun bangsa ke depan.
"Tanpa harus menghabiskan energi pada hal-hal yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara-cara yang lebih baik," kata dia.
Baca juga: Jokowi Diminta Segera Bersikap untuk Padamkan Gejolak Protes Mahasiswa
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Hengki Haryadi mengatakan pihaknya telah mengamankan belasan orang terkait pembakatan pos polisi di bawah kolong tol Slipi, Palmerah, Jakarta Barat, pada Selasa (24/9/2019) malam.
"Saat ini kami sudah mengamankan sebanyak 17 orang terkait kasus perusakan dan pembakaran pos lantas Slipi," kata Hengki dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/9/2019)
"Mirisnya, dari para pelaku yang berhasil diamankan rata-rata mereka masih di bawah umur," tuturnya.
Dijelaskan Hengki, selain menangkap belasan pelaku tersebut, polisi juga menemukan barang bukti berupa bom molotov, gir, batu, dan petasan.
Ia menduga aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang KPK dan RUU KUHP telah dimanfaatkan oknum-oknum provokator yang ingin memanfaatkan situasi.
Baca juga: Komnas HAM Minta Semua Pihak Tidak Reaktif Sikapi Demonstrasi
Sebelumnya, mahasiswa membantah aksi demonstrasi yang dilakukan ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu.
Secara khusus, mereka menolak tuduhan bahwa demonstrasi dilakukan untuk melengserkan Presiden Jokowi atau berupaya menggagalkan pelantikannya.
Selama ini, mahasiswa tak punya kepentingan selain menyuarakan aspirasi menolak revisi UU KPK, RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, serta mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
"Tuntutan kami jelas, RUU KPK dan RKUHP dibatalkan karena RUU itu bermasalah dan tidak sesuai dengan reformasi. Kan enggak ada tuntutan turunkan Jokowi," kata Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta Gregorius Anco.
Meski pemerintah dan DPR menunda pengesahan sejumlah RUU, namun Presiden Jokowi hingga saat ini belum memberi sinyal untuk mencabut UU KPK hasil revisi.
Jokowi enggan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi yang dianggap melemahkan lembaga antirasuah itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.