Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Mahasiswa Turun ke Jalan, Menolak Reformasi Dikebiri...

Kompas.com - 24/09/2019, 06:48 WIB
Kristian Erdianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gelombang aksi unjuk rasa mahasiswa dan aktivis pro-demokrasi kembali terjadi di sejumlah daerah.

Mereka menuntut pemerintah dan DPR membatalkan sejumlah rancangan undang-undang yang dianggap memberangus kebebasan sipil dan melemahkan agenda pemberantasan korupsi, sesuai amanat reformasi.

Di Jakarta, aksi unjuk rasa dipusatkan di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9/2019).

Dalam tuntutannya, mahasiswa menolak pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang dinilai akan melemahkan KPK.

Mahasiwa juga meminta DPR menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) karena sejumlah pasal dinilai berisiko memberangus kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat.

Baca juga: Saat Mahasiswa Turun ke Jalan Tolak Revisi UU KPK dan KUHP...

Adapula sejumlah rancangan undang-undang yang dianggap bermasalah, yakni RUU Pemasyarakatan, RUU Sumber Daya Air, dan UU Pertanahan.

Aksi unjuk rasa menolak pengebirian amanat reformasi itu tidak hanya terjadi di Jakarta.

Mahasiswa di kota-kota besar, seperti Yogyakarta, Bandung, Malang, Cirebon, dan di Provinsi Sumatera Barat juga turun ke jalan menyuarakan tuntutan mereka.

Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta, Senin (23/09/2019), memadati pertigaan Kolombo, Jalan Affandi (Jalan Gejayan), Kelurahan Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.

Massa aksi mahasiswa dengan tagar #GejayanMemanggil ini membawa berbagai spanduk dan poster tuntutan menolak antara lain revisi UU KPK, RUU Pertanahan dan RUU KUHP.

Mereka juga meminta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.

Aksi ini dipicu oleh kampanye #ReformasiDikorupsi dan #GejayanMemanggil di media sosial pekan lalu.

Aksi lebih besar

Rencananya aksi mahasiswa tersebut akan berlanjut pada Selasa (24/9/2019) di depan Gedung DPR.

Perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Trisakti Edmund Seko mengatakan, pihaknya akan menggelar aksi dengan jumlah massa yang lebih banyak hari ini.

Beberapa perwakilan mahasiswa dari luar Jakarta direncanakan ikut bergabung.

Baca juga: Mahasiswa Serentak Turun ke Jalan, Bentuk Kekecewaan pada Pemerintah dan DPR?

Edmund memperkirakan, ada 1.000 mahasiswa Trisakti yang akan turun ke jalan.

"Kurang lebih ada 1000 mahasiwa dari Trisaksi," ujar Edmund melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (23/9/2019).

Setidakanya, ada empat poin tuntutan mahasiswa dalam aksinya, yakni.

1. Merestorasi upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

2. Merestorasi demokrasi, hak rakyat untuk berpendapat, penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, dan keterlibatan rakyat dalam proses pengambilan kebijakan.

3. Merestorasi perlindungan sumber daya alam, pelaksanaan reforma agraria, dan tenaga kerja dari ekonomi yang eksploitatif.

4. Merestorasi kesatuan bangsa dan negara dengan penghapusan diskriminasi antar-etnis, pemerataan ekonomi, dan perlindungan bagi perempuan.

Polisi berjaga di Depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).KOMPAS.com/M ZAENUDDIN Polisi berjaga di Depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).

Menurut Edmund, mahasiswa akan tetap bertahan di Gedung DPR sampai tuntutan mereka dipenuhi.

Paling tidak, pemerintah dan DPR sepakat untuk membatalkan pengesahan rancangan undang-undang yang dianggap bemasalah.

Secara terpisah, Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta Gregorius Anco membantah anggapan bahwa aksi mahasiswa ditunggangi kepentingan politik tertentu.

Baca juga: Gunakan Bus, Ratusan Mahasiswa Undip Berangkat ke Jakarta Senin Malam

Ia menegaskan bahwa selama ini mahasiswa sudah secara tegas menyuarakan tuntutannya, yakni pembatalan RUU KPK dan RKUHP.

Anco menilai, kedua rancangan undang-undang tersebut tak sesuai dengan amanat reformasi

"Tuntutan kami jelas, RUU KPK dan RKUHP dibatalkan, karena RUU itu bermasalah dan tidak sesuai dengan reformasi. Kan enggak ada tuntutan turunkan Jokowi," ujar Anco.

Dukungan masyarakat 

Aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiwa ini ternyata mendapat dukungan dari masyarakat. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah dana yang dikumpulkan melalui situs crowdfunding kitabisa.com.

Penggalangan dana publik untuk mendukung gerakan mahasiswa tersebut diinisiasi oleh mantan personel Banda Neira, Ananda Badudu.

Ide untuk menggalang dana dari publik tercetus pada Minggu (22/9/2019). Dana yang terkumpul akan digunakan untuk keperluan membeli makanan, minuman dan mobil komando (pengeras suara).

Baca juga: Massa Mahasiswa Bubarkan Diri, Jalan Depan DPR Kembali Lancar

Hingga Senin (23/9/2019) pukul 23.00 WIB, dana yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 78.947.671.

"Baru kemarin malam penggalangan dana itu dibuat. Saya tidak menyangka begitu besar dukungan dari publik," kata Ananda.

Dengan begitu, besarnya gelombang aksi mahasiwa yang didukung oleh masyarakat, Pemerintah dan DPR seharusnya dapat menangkap pesan sederhana yang disampaikan.

Seperti penggalan lirik lagu berjudul "Kontra Muerta" dari musisi rap asal Bandung, Morgue Vanguard...

"Akan datang hari di mana melawan penindasan adalah kesia-siaan…tetapi tidak hari ini."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com