Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TMP Kalibata Penuh, Jokowi Minta Pemberian Tanda Jasa Lebih Selektif

Kompas.com - 07/08/2019, 15:49 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Negara untuk lebih selektif dalam menganugerahkan gelar maupun tanda jasa.

Hal ini disampaikan Jokowi saat menerima Ryamizard Ryacudu dan Jimly Asshiddiqie selaku ketua dan wakil ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Negara.

Jimly mengatakan, dalam pertemuan itu awalnya ia melaporkan kondisi Taman Makam Pahlawan Kalibata yang kini sudah penuh.

Baca juga: Warga Bongkar Makam di TMP Kalibata

Menurut Jimly, saat ini sudah ada 10.015 orang yang dimakamkan di TMP Kalibata. Sementara, daya tampung TMP Kalibata sebanyak 10.939 makam.

"Jadi, yang tersisa tinggal 924 makam lagi. Dan setiap tahun rata-rata ada 200 orang dimakamkan di TMP Kalibata. Jadi kalau perhitungan normal tinggal 3 tahun lagi penuh," kata Jimly kepada wartawan usai bertemu dengan Jokowi.

Jimly mengatakan, pemerintah harus mulai memikirkan alternatif TMP baru.

Ia pun mengusulkan TMP ini tetap berada di Ibu Kota dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Baca juga: Hendak Digusur, Warga Kompleks Akabri Ancam Bongkar Makam Orangtua di TMP Kalibata

Sebab, saat ini pemprov DKI Jakarta menjadi satu-satunya provinsi yang tak mempunyai TMP untuk dikelola. TMP Kalibata sendiri selama ini ada di bawah pengelolaan pemerintah pusat.

"Jadi mulai perlu dipikirkan pemda provinsi untuk mmbuat TMP sendiri seperti semua provinsi yang lain. Karena Kalibata kapasitasnya tinggal tiga tahun lagi," kata dia.

"Di samping itu, Presiden dengan data ini memberi arahan kepada Dewan Gelar untuk mmperketat pemberian gelar-gelar pahlawan maupun pemberian penghargaan Bintang Mahaputra supaya lebih selektif," sambungnya.

Baca juga: Keinginan Warga Kompleks Akabri Bongkar Makam Orangtua di TMP Kalibata karena Terancam Diusir

Menurut Jimly, tokoh yang nantinya mendapatkan tanda jasa maupun gelar kehormatan haruslah seseorang yang memiliki nilai lebih atas tugas jabatannya.

"Bukan karena jabatan seseorang dia diberi penghargaan tapi karena dia telah bekerja mengabdi beyond the call of the duty. Jadi lebih dari tugas formalnya sebagai pejabat," kata dia.

Sementara itu, Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Negara Ryamizard Ryacudu menjelaskan, penerima Bintang Mahaputra haruslah tokoh yang memiliki dedikasi luar biasa dalam menjalani tugas bagi bangsa dan negara.

Baca juga: TMP Kalibata Akan Penuh, Ahok Wacanakan Bangun TMP di Cilangkap

"Mungkin dia siang malam bekerja. Tapi kalau cuma sampai jam 4 saja ya enggak usah," kata dia.

Dewan Gelar sendiri saat ini tengah mempersiapkan penganugerahan bintang pada tahun 2019.

Untuk pemberian penghargaan, akan dilakukan dua tahap, yakni pada tanggal 15 Agustus 2019 untuk tokoh, pengusaha, maupun masyarakat yang berjasa bagi negara.

Berikutnya, pada bulan Oktober 2019 untuk penganugerahan kepada pejabat-pejabat terkait dengan kabinet maupun pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara yang telah mengabdi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK

4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK

Nasional
Kasus TPPU Hasbi Hasan, KPK Kembali Periksa Kepala Biro Umum Mahkamah Agung

Kasus TPPU Hasbi Hasan, KPK Kembali Periksa Kepala Biro Umum Mahkamah Agung

Nasional
Anggarannya Besar, Program Makan Siang Gratis Prabowo Bakal Dimonitor KPK

Anggarannya Besar, Program Makan Siang Gratis Prabowo Bakal Dimonitor KPK

Nasional
BNPB Salurkan Dana Bantuan Bencana Rp 3,2 Miliar untuk Penanganan Banjir Lahar di Sumbar

BNPB Salurkan Dana Bantuan Bencana Rp 3,2 Miliar untuk Penanganan Banjir Lahar di Sumbar

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Eksploitasi Anak di Bawah 18 Tahun untuk Iklan Dilarang

Draf RUU Penyiaran: Eksploitasi Anak di Bawah 18 Tahun untuk Iklan Dilarang

Nasional
Ungkap Kriteria Pansel Capim KPK, Jokowi: Tokoh yang Baik, 'Concern' ke Pemberantasan Korupsi

Ungkap Kriteria Pansel Capim KPK, Jokowi: Tokoh yang Baik, "Concern" ke Pemberantasan Korupsi

Nasional
Presiden PKS Akan Umumkan Langsung Sosok yang Diusung di Pilkada DKI

Presiden PKS Akan Umumkan Langsung Sosok yang Diusung di Pilkada DKI

Nasional
KSAL Sebut Pelatihan Prajurit Pengawak Kapal Selam Scorpene Akan Dimulai Usai Kontrak Efektif

KSAL Sebut Pelatihan Prajurit Pengawak Kapal Selam Scorpene Akan Dimulai Usai Kontrak Efektif

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Migrasi Radio Analog ke Digital Maksimal 2028

Draf RUU Penyiaran: Migrasi Radio Analog ke Digital Maksimal 2028

Nasional
Pemerintah dan DPR Diam-Diam Lanjutkan Revisi UU MK, Jokowi: Tanya DPR

Pemerintah dan DPR Diam-Diam Lanjutkan Revisi UU MK, Jokowi: Tanya DPR

Nasional
RUU Penyiaran Larang Siaran Berlangganan Memuat Materi LGBT

RUU Penyiaran Larang Siaran Berlangganan Memuat Materi LGBT

Nasional
Jokowi Sebut Susunan Pansel Capim KPK Diumumkan Juni

Jokowi Sebut Susunan Pansel Capim KPK Diumumkan Juni

Nasional
Jokowi Pastikan Stok Beras Aman Jelang Idul Adha

Jokowi Pastikan Stok Beras Aman Jelang Idul Adha

Nasional
Ketua KPK Tak Masalah Capim dari Polri dan Kejagung Asal Berintegritas

Ketua KPK Tak Masalah Capim dari Polri dan Kejagung Asal Berintegritas

Nasional
KPU Sebut Klaim Perindahan Suara PPP di Papua Pegunungan Tak Konsisten

KPU Sebut Klaim Perindahan Suara PPP di Papua Pegunungan Tak Konsisten

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com