KOMPAS.com – Pertemuan para tokoh politik sejak awal pekan hingga Rabu (24/7/2019) kemarin, memunculkan berbagai spekulasi mengenai dinamika koalisi dan konstelasi politik jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Oktober 2019.
Pada Selasa (23/7/2019), para ketua umum partai politik koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin menggelar pertemuan. Namun, pertemuan ini tak dihadiri oleh pimpinan PDI Perjuangan.
Sementara, pada Rabu kemarin, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto melakukan pertemuan sekaligus santap siang.
Di tempat yang berbeda pada hari yang sama, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pasca bertemu Anies, Surya Paloh melontarkan wacana soal Pilpres 2024.
Baca juga: Cerita Megawati, Prabowo, dan Nasi Goreng...
Apakah dinamika yang terjadi selama beberapa hari ini menunjukkan adanya perpecahan dalam koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin?
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menilai, manuver para petinggi parpol tak akan serta merta mengubah konstelasi koalisi.
“Itu bukan (perpecahan koalisi), karena sudah tutup buku lah istilahnya. Jadi tidak ada istilah pecah kongsi dan seterusnya. Ini lembar baru, momentum baru. Ini arena baru yang kemudian para pemain menyesuaikan diri,” kata Mada saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/7/2019) malam.
Pertemuan para tokoh politik ini, kata dia, bisa jadi menggambarkan adanya pergeseran orientasi kepentingan politik dari yang sebelumnya fokus di pemenangan Pilpres 2019 menjadi kepentingan di arena selanjutnya.
“Jadi ini kemudian menjadi semacam lembaran baru bagi para elite politik untuk melihat dan merancang pengelolaan politik ke depan,” jelas Mada.
“Ke depan itu dalam artian jangka pendek terkait dengan 2019-2024. Periode ke- 2 Pak Jokowi termasuk di situ isu kabinet, isu pengelolaan lembaga legislatif, dan yang jangka panjang untuk Pilpres 2024,” lanjut dia.
Analisa terhadap pertemuan para tokoh politik
Mada menilai, pertemuan empat ketum parpol koalisi Jokowi-Ma'ruf, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Plt Ketum PPP Suharso Monoarfa, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketum Nasdem Surya Paloh, tidak dapat diartikan sebagai perpecahan di internal koalisi.
“Misalnya soal susunan kabinet dan soal struktur di DPR. Siapa kemudian yang akan mendapat jabatan apa di DPR karena itu juga sangat menentukan relasi antara DPR dengan pemerintahan periode ke-2 Jokowi,” ujar dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM ini.
Pasca-pertemuan, Plt Ketum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa mengakui, salah satu yang dibahas dalam pertemuan ini adalah soal komposisi Pimpinan MPR.
Sementara itu, mengenai pertemuan Megawati-Prabowo, dianggapnya belum membicarakan isu-isu politik yang strategis.
"Jadi ini lebih ke penjajakan,” kata dia.
Baca juga: Peran Budi Gunawan di Pertemuan Prabowo dengan Megawati dan Jokowi..
Baik Megawati maupun Prabowo menyatakan, pertemuan ini adalah bagian dari upaya merawat silaturahim sebagai dua orang sahabat lama.
Menurut Mada, pertemuan kedua tokoh ini juga memperlihatkan cairnya koalisi politik di Indonesia karena tidak bersifat tidak ideologis.
Sementara, di level akar rumput, hal ini tidak disadari.
“Sehingga tidak mengherankan jika kemudian banyak orang di level grass root yang sangat kecewa dengan manuver-manuver elite dalam 2 hari ini lewat pertemuan-pertemuan itu,” sebutnya.
“Jadi melihat kemungkinan atau potensi Anies menjadi salah satu calon yang masuk dalam bursa Pilpres 2024 nanti,” kata Mada.
Namun, langkah ini dianggapnya masih penjajakan awal yang dilakukan Nasdem untuk melihat potensi-potensi di panggung politik 5 tahun mendatang.
“Masih pertemuan awal yang nanti akan ditindaklanjuti oleh Nasdem, atau Surya Paloh sebagai ketua Nasdem, untuk menjajaki komunikasi dengan calon-calon yang dianggap potensial, selain Anies Baswedan,” ujar dia.
Baca juga: Fraksi Gerindra Ingatkan Anies Jangan Tergiur Manuver Surya Paloh
“Saya kira mumpung masih lama ya, meskipun sebenarnya 5 tahun itu juga bukan periode lama untuk kemudian bisa melahirkan seorang pemimpin dalam level nasional yang bisa memenuhi ekspektasi banyak orang,” papar Mada.
Usai pertemuan, Surya Paloh mengatakan, terbuka kemungkinan partainya mengusung Anies Baswedan pada Pilpres 2024.
Paloh menyebutkan, dalam pertemuan dengan Anies, ia memberikan saran kepada Anies agar tugas-tugasnya bisa dilakukan dengan baik.
Menurut dia, sosok Anies tak hanya dibutuhkan warga Jakarta, tetapi juga bangsa Indonesia.
Saat ditanya apakah pernyataan ini menunjukkan dukungannya kepada Anies, Paloh menjawab santai.
"Sudah pastilah dukungan. Secara politik, lahiriyah, batiniyah lah dukungan," ujar Surya Paloh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.