JAKARTA, KOMPAS.com - Perhatian publik di dunia maya tertuju pada tagar #baiqnuril atau #savebaiqnuril di media sosial pada Jumat (5/7/2019).
Tagar tersebut dialamatkan kepada hasil keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali (PK) kasus penyebaran konten bermuatan asusila Baiq Nuril sehingga ia mesti menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
"Sudah putus. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) pemohon/terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan nomor 83 PK/Pid.Sus/2019," ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulisnya, Jumat.
Baca juga: MA Tolak PK Baiq Nuril, Jaksa Agung Harap Tak Ada Lagi Tuduhan Kriminalisasi
Mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat itu kini tidak bisa mengambil langkah hukum lainnya, apalagi mengajukan PK dengan menghimpun bukti-bukti baru.
"Tentunya (Baiq Nuril) terkejut ya. Terkejut dengan putusan ini. Sejauh ini belum ada (tanggapan dari Baiq Nuril)," ujar
, dalam konferensi persnya bersama koalisi save Ibu Nuril di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2019).
Aziz menyatakan, MA gagal memahami konstruksi perkara Baiq Nuril. Semestinya, MA melihat Nuril sebagai korban pelecehan seksual yang sedang mempertahankan harkat dan martabatnya. Bukan sebagai seorang yang sengaja merendahkan pelaku pelecehan seksual.
Apalagi, selama kasus tersebut bergulir, Baiq Nuril kerap mendapatkan gangguan dari pihak tidak dikenal.
"Yang tadi pagi mengangetkan kami adalah, putusan MA yang menolak peninjauan kembali (PK). Kami lihat MA gagal memahami konstruksi perkara Ibu Nuril secara utuh. MA gagal melihat Ibu Nuril adalah korban," tuturnya.
Putusan MA itu pun sangat membuat kliennya kecewa terhadap hukum di Indonesia. Menurut Aziz, semestinya hukum melindungi korban pelecehan seksual seperti Nuril.
Situasi kian runyam, namun Nuril tidak larut dalam kekecewaan. Semangatnya didampingi para pejuang pendukung kebebasan Nuril tidak tergerus.
Baca juga: Baiq Nuril Tak Ajukan Grasi, Berharap Amnesti Jokowi
Salah satu yang kini menjadi fokus kuasa hukum dan koalisi save Ibu Nuril, gabungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia, adalah mengupayakan adanya pemberian amnesti dari Presiden Jokowi.
"Kami akan upayakan amnesti di luar peradilan ini dari Presiden Jokowi. Ini kewenangan prerogatif dari Pak Presiden, kami sangat mengharapkan bapak (Jokowi) bisa melihat. Bukan hanya soal perorangan, ini sebenarnya persoalan bangsa," tegas Aziz dengan nada geram.
Anggota koalisi yang juga peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Genoveva, menambahkan, pemberian amnesti tersebut merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi. Sebab, amnesti adalah satu-satunya jalan yang bisa menghapuskan pidana hukum Nuril.
"Jadi tidak perlu ada langkah hukum lain kalau Pak Jokowi memberikan amnesti. Sepenuhnya ada di tangan presiden, tanggung jawab besarnya ada di situ," tutur Genoveva.