Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto Bantah Akan Tutup Media Massa

Kompas.com - 07/05/2019, 23:57 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengklarifikasi pernyataannya yang mengancam akan menutup media. Wiranto menegaskan pernyataannya itu ditujukan hanya untuk akun media sosial yang melakukan pelanggaran hukum, bukan media pers atau media massa. Ia meminta pernyataannya jangan disalahartikan.

"Ada yang mengatakan Pak Wiranto kembali ke Orde Baru, bukan, makanya saya katakan jelas dulu permasalahannya baru komentar," kata Wiranto seperti dikutip dari siaran pers resmi Kemenko Polhukam, Selasa (7/5/2019).

Wiranto menyadari sudah ada aturan undang-undang yang mengatur mengenai pemberitaan di media massa. Ia mengatakan, Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia akan memberi teguran bagi lembaga pers yang melakukan pelanggaran.

Baca juga: Ini Penjelasan Istana soal Pernyataan Wiranto Ancam Tutup Media di Indonesia

"Tapi kalau medsos, ujaran kebencian, cemoohan, fitnah, bahkan ajakan-ajakan untuk memberontak kita biarkan, bagaimana wajah Indonesia? Kalau akun-akun yang tidak jelas juntrungannya itu kemudian membakar masyarakat, membuat takut masyarakat, membuat masyarakat khawatir, mengancam masyarakat, masa kita biarkan. Inilah yang kemudian saya katakan pemerintah tidak akan segan-segan menutup itu, men-take down dan sudah kita laksanakan," sambung Wiranto.

Menurut Wiranto, sudah ada 700.000 akun media sosial yang di tutup oleh pemerimtah karena mengandung ujaran kebencian, radikalisme, mengandung pornografi, hasutan-hasutan dan sebagainya. Namun sayangnya, tindakan yang dilakukan pemerintah itu belum menimbulkan efek jera.

Oleh karena itu, pemerintah akan lebih tegas lagi dalam mengawasi dan menutup akun medsos yang nyata-nyata sudah menghasut, melanggar hukum.

Baca juga: Wiranto: Aparat Akan Tindak Tegas Pihak yang Delegitimasi Penyelenggara Pemilu

Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan membentuk tim hukum nasional yang terdiri dari para pakar hukum untuk membantu pemerintah mengkaji tindakan dan ucapan para tokoh yang melanggar hukum pasca pemilu.

"Sehingga jangan dicampuradukkan oleh media cetak," kata dia.

Sebelumnya, pernyataan Wiranto yang akan menutup media menuai kritik.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pemerintah panik sehingga mengeluarkan ancaman yang tak sesuai untuk Indonesia sebagai negara demokrasi yang mengusung kebebasan pers.

"Kapasitas pemerintah untuk mengelola kebebasan itu yang perlu diperbaki. Jangan kemudian pemerintahnya gelagapan, panik, lalu kemudian kebebasannya mau ditutup, itu salah," kata dia.

Baca juga: Tim Hukum Nasional Dibentuk, JK Anggap Banyak Cercaan yang Sudah Melanggar Hukum

Dewan Pers juga sebelumnya meminta Wiranto mengklarifikasi pernyataannya yang mengancam akan menutup media. Dewan Pers meminta Wiranto menjelaskan apakah yang dimaksudnya adalah media pers atau media sosial.

"Karena saat itu Pak Wiranto kan bicara dalam konteks medsos juga, jadi harus diperjelas," kata Anggota Dewan Pers, Ratna Komala saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/5/2019).

Menurut Ratna, jika yang dimaksud Wiranto adalah media pers, maka ancaman penutupan itu akan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Kalau media pers bisa ditutup, dibredel, kita kembali ke zaman orde baru dimana pers bisa disensor dan diintervensi," ujar Ratna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com