Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suap Wali Kota Dumai Terkait Dana untuk Pembangunan Rumah Sakit hingga Jalan

Kompas.com - 03/05/2019, 18:12 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah disangka menyuap Yaya Purnomo selaku pegawai di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan.

Uang Rp 550 juta yang diberikan Zulkifli diduga terkait dana alokasi khusus (DAK) Kota Dumai pada APBN Perubahan Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018.

"Maret 2017, ZAS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, ZAS meminta bantuan mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai. Dan pada pertemuan lain disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan fee 2 persen," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/5/2019).

Baca juga: KPK Tetapkan Wali Kota Dumai Sebagai Tersangka

Kemudian pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 22 miliar.

Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp 22,3 miliar.

"Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan. Masih pada bulan yang sama, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan," kata dia.

Beberapa bidang yang diajukan saat itu adalah untuk pembangunan rumah sakit, jalan, perumahan, fasilitas sanitasi, air minum dan pendidikan.

Baca juga: KPK Geledah Kantor dan Rumah Wali Kota Dumai

"ZAS kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK Tahun Anggaran 2018 yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp 20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp 19 miliar," kata Laode.

Untuk memenuhi fee atas bantuan Yaya, Zulkifli diduga mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintahan Kota Dumai

"Penyerahan uang setara dengan Rp 550 juta dalam bentuk dollar Amerika, dollar Singapura dan rupiah pada Yaya Purnomo dan kawan-kawan dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018," kata Laode.

Zulkifli disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka Zulkifli merupakan hasil pengembangan kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.

KPK sebelumnya sudah menjerat 7 orang dalam setiap tahap penyidikan kasus ini.

Pada tahap pertama, KPK menjerat 4 orang, yaitu mantan Anggota Komisi XI DPR Amin Santono, Yaya Purnomo, pihak swasta bernama Eka Kamaluddin dan kontraktor bernama Ahmad Ghiast.

Empat orang ini telah divonis bersalah oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Pada tahap kedua, KPK menjerat anggota DPR Sukiman dan pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Natan Pasomba.

Di tahap ketiga, KPK menjerat Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com