Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Siapapun Presidennya, Harus Evaluasi UU Pemilu

Kompas.com - 25/04/2019, 09:44 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, dirinya akan meminta revisi Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 setelah Presiden periode 2019-2024 dilantik.

Hal ini mengingat banyaknya kekurangan penyelenggaraan Pemilu 2019, yang salah satunya menyebabkan ratusan petugas pemilu dan aparat keamanan meninggal dunia dan sakit.

"Melihat pengalaman yang sekarang, saya mengusulkan dan sudah mengambil inisiatif dengan beberapa tokoh dan LSM serta lembaga survei," kata Mahfud saat ditemui di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2019).

"Begitu pemerintah nanti terbentuk, siapapun presidennya, apakah itu pak Prabowo atau Pak Jokowi, itu pada bulan Oktober membuat Prolegnas (Program Legislasi Nasional), saya minta tahun pertama kami akan minta agar segera mengevaluasi dan merevisi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang penyelenggara pemilu," sambungnya.

Baca juga: Situng KPU Data 32,15 Persen: Jokowi-Maruf 55,80 Persen, Prabowo-Sandiaga 44,20 Persen

Menurut Mahfud, perlu dilakukan peninjauan ulang mengenai pengertian 'pemilu serentak'. Misalnya, apakah pelaksanaannya harus pada hari yang sama atau bisa dipisah.

Lalu apakah petugas lapangan harus sama dari awal pemungutan suara hingga penghitungan suara, atau bisa dibedakan tetapi dengan kontrol yang ketat.

Mahfud juga akan meminta evaluasi soal sistem pemilu yang diterapkan saat ini. Pasalnya, dengan sistem yang memungkinkan pemilih mencoblos nama calon legislatif dan partai, menyebabkan terjadinya praktik jual beli suara di internal partai.

Hal ini dianggap tidak sehat untuk sistem demokrasi.

Baca juga: Wapres Usulkan Pemilu Legislatif dan Pilpres Kembali Dipisah

"Sistem pemilu itu apakah mau proporsional terbuka atau tertutup, gitu. Karena ini menjadi masalah," ujar Mahfud

Tak hanya itu, Mahfud juga meminta evaluasi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Ia pribadi setuju dengan adanya ambang batas, tetapi, harus dikaji ulang mengenai angka ambang batas yang mencapai 20 persen.

"Kalau saya usul threshold harus ada, tetapi memakai parliamentary threshold, misalnya 4 persen. Partai yang punya kursi di DPR berdasarkan pemilu sebelumnya, berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu yang berjalan," katanya.

Mahfud meminta, pembahasan ini dilakukan di tahun pertama pemerintahan presiden terpilih, supaya Undang-Undang Pemilu menjadi benar-benar matang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com