JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik penangkapan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet atas tuduhan melakukan penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia.
Menurut peneliti ICW, Lalola Easter, yang hadir dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Kamis (28/2/2019), tak ada unsur penghinaan dalam orasi maupun nyanyian yang dikumandangkan Robertus Robet.
Dalam video yang beredar, orasi utuh Robet telah dipotong sehingga menimbulkan makna yang berbeda.
"Ada pemotongan video yang membuat artinya jadi sangat berubah, konteksnya jadi sangat berubah," kata Lalola dalam konferensi pers yang digelar bersama Koalisi Masyarakat Sipil di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2019).
Baca juga: Ini Video Orasi yang Diduga Jadi Penyebab Robertus Robet Ditangkap Polisi
"Tidak ada intensi sama sekali untuk melakukan penghinaan pada TNI. Karena pada bagian (orasi) sebelumnya, disampaikan bahwa ini adalah bentuk kecintaan kita sebagai warga negara yang melihat TNI yang profesional," sambungnya.
Lagu yang dikumandangkan Robet terkait dwifungsi ABRI konteksnya adalah mengingatkan supaya jangan sampai Indonesia mengalami langkah mundur dan kembali mengulang masa Orde Baru.
Aksi Robet itu, menurut Lalola, sebetulnya adalah penguatan negara, sebagaimana apa yang dicita-citakan seluruh lembaga negara dan rakyat.
Baca juga: Presiden dan Kapolri Diminta Evaluasi Kinerja Penyidik yang Proses Robertus Robet
Seharusnya, orasi dan nyanyian Robet itu dilihat sebagai kritik yang dibutuhkan untuk membangun negara demokrasi.
Selain sebagai akademisi, Robet juga merupakan warga sipil yang kebebasan berekspresi dan berpendapatnya dijamin oleh konstitusi.
"Jangan sampai kita justru setelah sekian belas tahun melangkah dari era reformasi, kemudian kita malah berjalan mundur," ujar Lalola.
"Hari ini bisa Robertus Robet, mungkin di lain hari kita sebagai masyarakat sipil yang lain yang jadi korban," tandasnya.
Polisi menetapkan Robertus Robet sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia.
Baca juga: AJI Nilai Orasi Robertus Robet adalah Kebebasan Berekspresi Warga Negara
Berdasarkan surat dari kepolisian, Robet dijerat Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan/atau Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan/atau Pasal 207 KUHP.
Robet diduga telah melakukan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks, atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.