Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Johar Arief

Produser Program Talk Show Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Wartawan dan saat ini produser program talk show Satu Meja The Forum dan Dua Arah di Kompas TV ? Satu Meja The Forum setiap Rabu pukul 20.00 WIB LIVE di Kompas TV ? Dua Arah setiap Senin pukul 22.00 WIB LIVE di Kompas TV

Kotak Pandora di Debat Kedua

Kompas.com - 27/02/2019, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEBAT pemilihan presiden kedua yang digelar 17 Februari 2019 lalu seakan membuka kotak pandora. Debat yang diikuti oleh calon presiden tersebut memunculkan isu-isu baru yang dijadikan bahan oleh kubu yang berkontestasi untuk melancarkan serangan demi serangan ke kubu lawan.

Salah satu isu yang muncul dari debat adalah soal kepemilikan lahan. Isu ini mencuat setelah calon presiden Joko Widodo menyinggung kepemilihan lahan Prabowo seluas ratusan ribu hektare di Aceh dan Kalimantan Timur di dalam debat.

Sahut-menyahut antarkedua kubu mengenai masalah kepemilikan lahan terus bergulir hingga lebih dari seminggu setelah debat. Bahkan, Joko Widodo kembali menyindir masalah ini saat berpidato pada Konvensi Rakyat Optimis Indonesia Maju di Sentul International Convention Center, Bogor, Minggu (24/2) lalu. Ia mengatakan menunggu pemilik lahan konsesi untuk mengembalikan lahannya kepada negara.

Perhelatan debat presidensial, yang semula diperkirakan menjadi penanda babak baru kampanye pilpres 2019 yang lebih substansial, ternyata berakhir tidak seperti yang diharapkan.

Debat bukannya memicu perdebatan elaboratif mengenai gagasan dan program yang dipaparkan, namun justru memunculkan amunisi baru untuk saling serang dan saling sindir.

Meningkatnya tensi saling serang dan saling sindir ini akan dibahas dalam program talk show Satu Meja The Forum, Rabu (27/2), di Kompas TV.

Taktik serang-menyerang dan sindir-menyindir terus dimainkan

Harus diakui sejauh ini jalannya kampanye pilpres yang telah berlangsung lebih dari lima bulan tidak seperti yang dicita-citakan. Memasuki seperempat akhir masa kampanye, serangan yang muncul masih seputar gimmick nonsubstansi. Perdebatan yang mengemuka masih belum menyentuh gagasan dan program.

Di hari yang sama saat Jokowi menyindir pemilik konsesi untuk mengembalikan lahannya, calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, menyindir soal para elite Jakarta yang kehilangan akal sehat dan membodohi rakyat dengan membagi-bagikan uang dan sembako pada 17 April nanti.

Hal ini diucapkan Prabowo saat berpidato di hadapan pendukungnya di GOR Kesenian Majapahit, Kota Mojokerto, Minggu (24/2).

Agaknya, sulit berharap akan terjadi perubahan taktik kampanye. Taktik seperti ini tampaknya akan terus dimainkan hingga akhir masa kampanye.

Jokowi, yang semula dicitrakan sebagai sosok yang kalem, tampil semakin agresif dan menyerang. Sementara Prabowo, yang sempat mendapatkan sentimen positif karena tampil kalem pada debat kedua, kembali tampil menyerang usai debat.

Calon Presiden Nomor Urut 1, Joko Widodo dan No JUrut 2, Prabowo Subianto mengambil undian pertanyaan saat Debat Kedua Calon Presiden di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Calon Presiden Nomor Urut 1, Joko Widodo dan No JUrut 2, Prabowo Subianto mengambil undian pertanyaan saat Debat Kedua Calon Presiden di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).

Di sisi lain, seperti diungkapkan pakar media sosial Ismail Fahmi, isu substansial yang lebih bersifat gagasan atau ide tidak laku di media sosial dibandingkan isu nonsubtansial seperti politik identitas.

Celakanya, seperti diutarakan Direktur Remotivi Muhammad Heychael, media massa mengikuti arus politik yang nonsubtansial tersebut. Remotivi, yang merupakan pusat studi media dan komunikasi, menganggap media seharusnya menjadi alat untuk mengoreksi isu-isu nonsubstansial tersebut.

Jika riuh rendah kampanye masih jauh dari hal-hal substansi seperti ini, akan semakin sulit bagi kedua kubu untuk menggapai para pemilih berayun (swing voters) dan mereka yang belum menentukan pilihan (undecided voters).

Keduanya merupakan kelompok pemilih rasional yang menantikan gagasan dan program yang lebih konkret dan terukur dari kedua pasangan calon presiden. Jumlahnya pun diperkirakan mencapai 40 persen dari total pemilih yang ada.

Sementara, taktik kampanye kedua kubu sejauh ini tampaknya masih berfokus pada penguatan basis pemilih tradisional.

Persidangan Ratna Sarumpaet

Jalannya kampanye pilpres tampaknya akan semakin panas dengan dimulainya persidangan terhadap Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019). Hal ini turut dibahas pada panggung Satu Meja The Forum, Rabu (27/2/2019).

Ratna ditetapkan sebagai tersangka penyebaran berita bohong alias hoaks untuk membuat keonaran.

Sebelumnya, ramai diberitakan soal penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet yang terjadi di Bandung. Ratna akhirnya mengakui bahwa penganiayaan tersebut hanya lah berita bohong yang dibuatnya sebagai alasan kepada keluarga untuk menjelaskan wajahnya yang lebam-lebam usai menjalani operasi plastik.

Temuan-temuan yang akan terungkap dalam persidangan Ratna Sarumpaet tidak dapat dipungkiri bisa dijadikan amunisi untuk menyerang salah satu kubu pasangan calon presiden, dan akan meramaikan jalannya kampanye selama berminggu-minggu ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com