Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Soeharto Menetapkan Hari Pers Nasional...

Kompas.com - 08/02/2019, 18:04 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tanggal 9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional. Penetapan ini terjadi di era Pemerintahan Soeharto, yang merespons permintaan kalangan pers akan adanya Hari Pers Nasional.

Keinginan para wartawan untuk menetapkan hari bersejarah bagi pers akhirnya didengar oleh penguasa Orde Baru itu. Melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985, Soeharto menetapkan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 10 Februari 1985, Presiden Soeharto menetapkan Hari Pers Nasional (HPN) bersamaan dengan hari ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang ke-39.

Ketika itu, Soeharto menegaskan bahwa pers muncul sebagai obor penerangan. Soeharto juga memberikan penjelasan mengenai GBHN 1983 dan berusaha mengembangkan pers yang sehat, bebas dan bertangung jawab.

"Pertumbuhan dan peningkatan pers nasional akan memberikan nilai positif bagi perkembangan dan pertumbuhan bangsa Indonesia," kata Soeharto.

Baca juga: Mengingat Lagi 10 Kasus Pembunuhan Wartawan di Indonesia...

Polemik SK Trimurti

Menteri Penerangan Harmoko Sabtu malam (9/2) menyerahkan piagam dan penghargaan berupa uang masing-masing satu juta rupiah kepada 10 wartawan yang berusia lebih dari 70 tahun di Manggala Wana Bhakti. Tampak Harmoko berada di tengah ke-10 wartawan tersebut.

Judul Amplop : Integrasi Pers 1985Kartono Ryadi Menteri Penerangan Harmoko Sabtu malam (9/2) menyerahkan piagam dan penghargaan berupa uang masing-masing satu juta rupiah kepada 10 wartawan yang berusia lebih dari 70 tahun di Manggala Wana Bhakti. Tampak Harmoko berada di tengah ke-10 wartawan tersebut. Judul Amplop : Integrasi Pers 1985
Selain penetapan Hari Pers Nasional, pemerintah Orde Baru juga memberikan penghargaan secara khusus kepada wartawan yang berusia hingga 70 tahun.

Menteri Penerangan Harmoko memberikan penghargaan kepada sepuluh wartawan senior dari beberapa surat kabar. Penerimaan sanjungan itu dilaksanakan di gedung Manggala Wana Bhakti pada malam harinya.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 11 Feberuari 1985, para wartawan itu mendapatkan penghargaan setelah adanya usul dari PWI kepada Dewan Pers yang sebelumnya teleh disetujui oleh pemerintah.

Mereka yang menerima hadiah, disaksikan oleh para wartawan dan karyawan pers yang datang lebih dari 5.000 orang.

Namun, ada salah satu jurnalis senior yang berusia lebih dari 70 tahun dan tercatat sebagai salah satu pengibar bendera pusaka, namun tak menerima penghargaan. Wartawati senior itu bernama Surastri Karma Trimurti.

Pemerintah Orde Baru tak memberikan penjelasan mengapa mencoret nama SK Trimurti dari daftar penerima penghargaan. Ada dugaan bahwa ini disebabkan peran SK Trimurti yang pernah menjadi anggota Gerwani, salah satu organisasi milik Partai Komunis Indonesia.

Setelah Soeharto dan Orde Baru jatuh, peran SK Trimurti tak dilupakan begitu saja. Sebab, selain sebagai jurnalis perempuan pertama, SK Trimurti juga memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan.

Untuk memperingati jasa SK Trimurti, Aliansi Jurnalis Independen kemudian memberikan penghargaan kepada wartawan Indonesia dengan mengunakan namanya, yaitu SK Trimurti Award.

Baca juga: Grace Natalie Kecam Pemberian Remisi Pembunuh Wartawan di Bali

Kritik Hari Pers

 Presiden Soeharto disertai Ibu Tien mengunjungi stand Kompas Gramedia di Hall C PRJ Kemayoran disambut oleh PU Kompas Jakob Oetama. Pameran dalam rangka Hari Pers Nasional 1985. Ada gambar wartawan Kompas Rustam Affandi ( almarhum) sebagai penjaga stand KG. 
JB Suratno Presiden Soeharto disertai Ibu Tien mengunjungi stand Kompas Gramedia di Hall C PRJ Kemayoran disambut oleh PU Kompas Jakob Oetama. Pameran dalam rangka Hari Pers Nasional 1985. Ada gambar wartawan Kompas Rustam Affandi ( almarhum) sebagai penjaga stand KG.
Penetapan Hari Pers Nasional memang tak lepas dari organisasi PWI yang berdiri pada 9 Februari 1946. Dengan demikian, muncul kritik mengenai penetapan Hari Pers Nasional yang diambil dari HUT PWI.

Salah satu kritik mengenai penetapan Hari Pers Nasional adalah karena PWI merupakan satu-satunya organisasi pers yang diperbolehkan ada saat Orde Baru berkuasa.

Saat Soeharto memimpin, sejumlah wartawan yang menginginkan independensi pers dan wartawan dari unsur pemerintah kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

AJI dan sejumlah sejarawan kemudian mengusulkan agar Hari Pers Nasional ditetapkan sesuai dengan sejarah pers di Indonesia. Salah satu usulan adalah menetapkan tanggal meninggalnya tokoh pers Tirto Adhi Soerjo pada 7 Desember.

Salah satu warisan legendaris Tirto adalah surat kabar Medan Prijaji. Di tangannya, pers menjadi wahana untuk melatih rakyat jelata membela hak-haknya di hadapan penguasa.

Dia menerbitkan Suluh Keadilan karena pers ke depan pasti akan berhubungan dengan pasal-pasal. Putri Hindia sebagai tonggak pers perempuan bahkan melatih sendiri wartawan-wartawannya.

Usulan lain adalah menetapkan Hari Pers Nasional disesuaikan dengan tanggal berdirinya Medan Prijaji pada Januari 1907.

Sejarawan Asvi Warman Adam memberikan usulan jalan tengah, yaitu peringatan bulan pers nasional pada Januari yang kemudian dilanjutkan dengan puncak peringatan pada 9 Februari.

Baca juga: Hari Pers Nasional Perlu Dikaji Ulang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com