Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Masyarakat Tak Perlu Samakan Demokrasi Indonesia dengan Negara Lain

Kompas.com - 13/12/2018, 15:05 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, banyak masyarakat Indonesia yang belum paham mengenai arti demokrasi.

Penilaian ini berangkat dari pengamatan Wiranto terhadap sejumlah elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa hingga rakyat sipil.

Baca juga: 2017, Indeks Demokrasi di Jakarta Tertinggi Se-Indonesia

Wiranto, sebagai saksi dan pelaku proses demokrasi mengaku paham betul mengenai berjalannya demokrasi di negeri ini. Sebab, dirinya sudah berada di pemerintahan sejak era Orde Baru hingga Reformasi.

Demokrasi, menurut Wiranto, adalah suatu cara, bukan sebuah sasaran. Demokrasi adalah satu model yang penerapannya harus disesuaikan dengan apa yang ada di Indonesia.

"Banyak orang yang terjebak bahwa seakan demokrasi itu sasaran kita, bukan. Demokrasi hanya jalan menuju satu masyarakat adil makmur," kata Wiranto usai menghadiri Launching Buku Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2017 dan Pemberian Penghargaan IDI 2017 di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (13/12/2018).

Baca juga: 4 Provinsi Raih Predikat Baik dalam Indeks Demokrasi, DKI Tertinggi

Memang betul bahwa Indonesia negara demokrasi, tapi, dalam pelaksanaannya tidak perlu menganut demokrasi negara lain. Sebab, demokrasi bukan jalan, merupakan sebuah cara.

"Kalau ibaratnya demokrasi itu sasarannya itu adalah kita makan kenyang, maka cara untuk makan berbeda-beda," jelas Wiranto.

"Di Cina sana pakai sumpit, kita kadang-kadang pakai tangan atau pakai garpu dan sendok. Di Eropa pakai pisau pakai garpu, Amerika juga sama," sambungnya.

Baca juga: Akademisi: Kalau Budaya Demokrasi Tak Dewasa, Penggunaan Internet Juga Tak akan Dewasa

Oleh karenanya, masyarakat tak perlu menyamakan demokrasi Indonesia dengan negara-negara lainnya.

Penyamaan demokrasi itu justru terkadang menyebabkan kebingungan.

"Katakanlah kita mempunyai budaya musyawarah mufakat, dipaksakan kita dengan budaya-budaya ala-ala demokrasi liberal yang asli terjadi benturan di sini," tutur Wiranto.

Wiranto mengatakan, supaya tak terjadi kebingungan atau perbenturan, diperlukan dialog antara para pemangku kepentingan negara dengan tim ahli dalam rangka pengembangan demokrasi.

Kompas TV Kampanye hitam kerap terjadi di kampanye Pemilu Presiden 2019, ini membuat perdebatan politik sering kali jauh dari subtansi adu visi misi program Capres-Cawapres. Alih-alih mencari simpati publik dengan cara yang instan kampanye hitam justru bisa mendegradasi proses demokrasi, lalu bagaimana para elite politik beserta Capres-Cawapres menangkal isu kampanye hitam agar pesta demokrasi bisa mengedepankan gagasan politik yang mencerdaskan? Sapa Indonesia Malam akan membahasnya bersama juru bicara tim kampanye nasional Jokowi-Ma'ruf Ruhut Sitompul, lalu juru bicara badan pemenangan nasional Prabowo-Sandiaga Ferdinand Hutahean, serta ketua badan pengawas Pemilu DKI Jakarta Muhammad Jufri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com