Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Hakim dan Panitera Seharusnya Tak Digaji

Kompas.com - 03/12/2018, 20:31 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan, Mahkamah Agung (MA) perlu menerapkan sanksi yang lebih tegas terhadap hakim maupun pegawai pengadilan yang terjerat kasus korupsi.

"Seharusnya MA mengambil langkah lebih tegas terhadap hakim-hakim maupun pegawai pengadilan yang terjerat kasus korupsi," ujar Lalola kepada Kompas.com, Senin (3/12/2018).

Baca juga: Dua Hakim Sempat Dipanggil Ketua PN Jaksel Sebelum Ditangkap KPK

MA secara resmi memberhentikan sementara dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Iswahyu Widodo dan Irwan serta panitera pengganti Pengadilan Jakarta Timur Muhammad Ramadhan.

Sanksi tersebut diberikan karena ketiganya tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kendati demikian, ketiganya tetap akan menerima 50 persen dari total gaji atau penghasilan mereka.

Menurut Lalola, seharusnya MA menerapkan sanksi yang lebih keras dengan tidak memberikan gaji mereka meski statusnya diberhentikan sementara.

Baca juga: Ditahan KPK dan Diberhentikan Sementara, 2 Hakim PN Jaksel Masih Terima 50 Persen Gaji

Ia menilai sanksi yang lebih tegas dapat memberikan efek jera dan dapat menjadi peringatan terhadap hakim serta pegawai pengadilan lain yang berniat melakukan korupsi.

"Meskipun status mereka baru tersangka, pemecatan atau pemberhentian sementara sampai putusan incracht tanpa digaji harus diambil agar ada penjeraan juga bagi hakim maupun pegawai pengadilan lain yang berniat untuk melakukan praktik koruptif," kata Lalola.

"Toh kalau pada akhirnya mereka diputus bebas atau dinyatakan tidak bersalah, nama baiknya akan dipulihkan dan hak-haknya akan kembali diberikan," ucapnya.

Baca juga: MA Berhentikan Sementara Dua Hakim yang Ditangkap KPK

Iswahyu, Irwan, dan Ramadhan diduga menerima suap untuk kepengurusan perkara perdata. Ramadhan diduga menjadi perantara suap.

Perkara yang dimaksud adalah perkara dengan Nomor 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel.

Perkara tersebut didaftarkan pada tanggal 26 Maret 2018 dengan para pihak, yaitu penggugat atas nama Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V Dongen serta turut tergugat PT APMR dan Thomas Azali.

Baca juga: KPK Tahan 2 Hakim Tersangka Dugaan Suap Perkara di PN Jakarta Selatan

Gugatan perdata tersebut adalah pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR di PN Jakarta Selatan.

Realisasi suap tersebut dalam pecahan uang rupiah senilai Rp 150 juta dan 47.000 dollar Singapura. Namun, yang baru diterima oleh kedua hakim tersebut sekitar Rp 150 juta.

Sementara, 47.000 dollar Singapura yang akan diserahkan melalui Ramadhan terhadap dua hakim itu disita oleh KPK dalam operasi tangkap tangan.

Iswahyu, Irwan dan Ramadhan saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK.

Kompas TV Mahkamah Agung memberhentikan sementara dua hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan dan satu panitera pengadilan negeri Jakarta Timur yang terjaring OTT KPK. Sebelumnya ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara perdata oleh KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com