JAKARTA, KOMPAS.com — Sikap Partai Demokrat yang membebaskan kadernya untuk menentukan pilihan pada Pemilihan Presiden 2019 dinilai menunjukkan ketidakseriusan mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Penilaian ini muncul setelah Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas mengakui, ada kader yang punya sikap berbeda dengan partai, yaitu mendukung capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Hal itu khususnya terjadi pada kader-kader yang berada di daerah.
"Kami sudah sangat mengetahui, survei internal Partai Demokrat menyatakan memang mayoritas memilih Pak Prabowo, tetapi ada juga yang sesuai dengan cultural wilayah setempat itu memilih Pak Jokowi," kata Ibas saat dalam acara Pembekalan Caleg DPR RI Partai Demokrat di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (11/11/2018).
Baca juga: Sikap Demokrat Bebaskan Kader soal Capres Dinilai Bisa Hilangkan Kepercayaan Publik
Beberapa kader Demokrat bahkan sudah ada yang secara terbuka mengungkapkan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf.
Nama-nama itu antara lain Gubernur Papua Lukas Enembe, mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, dan Deddy Mizwar.
Ibas mengatakan, Demokrat merupakan partai yang demokratis.
Oleh karena itu, Demokrat tidak akan menjatuhkan hukuman kepada kader yang berbeda pilihan.
"Sekarang kami tidak bisa memberikan punishment. Kami hanya bisa menyerukan, tetapi kalau memberikan punishment tidak bisa," kata dia.
Baca juga: Demokrat Lebih Fokus ke Pileg daripada Pilpres, Ini Kata Kubu Prabowo-Sandi
Sebelumnya, sikap Demokrat yang tidak solid mendukung Prabowo-Sandi juga terlihat dari sikap SBY yang tak pernah hadir dalam rapat koalisi.
Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief juga beberapa kali melontarkan kritik kepada Prabowo-Sandiaga.
Saat dihubungi, Rabu (15/11/2018) pagi, Andi Arief mengatakan, partainya tetap berkomitmen mendukung Prabowo-Sandi di pilpres.
Partai berlambang mercy itu memasang target 15 persen suara di Pemilu Legislatif 2019.
Target ini meningkat dari capaian Partai Demokrat di Pileg 2019 lalu yang hanya meraih 10,8 persen.
Baca juga: Sekjen Gerindra: Ini Bukan Hanya Problem Demokrat...
"Hanya Partai Demokrat dan SBY serta kader yang bisa selamatkan suara partai. Hormati sikap kami yang mana yang harus didahulukan," kata Andi.
Andi menegaskan, ini adalah siasat Partai Demokrat dalam berkoalisi.
Partai Demokrat, kata dia, punya kemandirian dan tidak bisa didikte sekalipun oleh parpol koalisi Prabowo-Sandiaga.
Ia meminta Gerindra dan seluruh parpol koalisi untuk menghormatinya.
Andi mengatakan, jika Demokrat mendapatkan kemenangan besar di pileg, ia yakin hal itu akan berdampak pada suara Prabowo-Sandiaga di Pilpres.
"Pilihan kami sudah final. Demokrat first," ujar Andi Arief.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai, tak solidnya Partai Demokrat terlihat sejak Agus Harimurti Yudhoyono, putra sulung SBY, tidak dipilih sebagai calon wakil presiden mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Di menit-menit terakhir, Prabowo justru menjatuhkan pilihan kepada Sandiaga Uno, yang juga merupakan kader Partai Gerindra.
"Demokrat mau gabung ke koalisi Jokowi sudah susah, waktunya sudah mepet, tetapi dengan Prabowo juga tidak happy," kata Qodari.
Baca juga: Bebaskan Kader Memilih dalam Pilpres 2019, Demokrat Ingin Ulangi Masa Jaya
Menurut dia, Demokrat akhirnya bersikap realistis.
Qodari menilai, Demokrat beranggapan bahwa peluang AHY menjadi pemimpin di masa depan semakin kecil jika Prabowo-Sandiaga memenangi pilpres.
"Tidak strategis bagi Demokrat, bagi AHY, kalau Prabowo-Sandi menang," ujar Qodari.
Berikutnya, Sandiaga yang gantian maju sebagai capres di Pemilu 2029. Jika Sandiaga terpilih di 2029, maka ia juga bisa maju lagi pada 2034.
“Jadi 20 tahun ke depan, empat kali pilpres, AHY akan gigit jari," ujar dia.
Menurut dia, akan berbeda jika Jokowi-Ma'ruf menang dalam Pilpres 2014. Jokowi sudah tak bisa mencalonkan diri kembali karena telah memimpin dua periode.
Baca juga: Setelah Demokrat Bebaskan Kadernya Tentukan Pilihan di Pilpres 2019...
Sementara Ma'ruf sudah terlalu senior dan bukan kader partai politik. Pilpres 2024 akan dimulai dari nol dan AHY punya kesempatan lebih besar untuk menang.
Apalagi, dengan adanya sejumlah kader yang mendukung Jokowi-Ma'ruf, Qodari menilai tidak menutup kemungkinan AHY akan diakomodasi dalam kabinet.
Setelah Jokowi-Ma'ruf dinyatakan memenangi pilpres, Demokrat tinggal mengumumkan arah perubahan koalisi untuk mendukung pemerintah.
"Maka Demokrat akan diakomodasi di kabinet, minimal AHY akan tetap digandeng," ucap Qodari.