Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumbangan dari Parpol Berpotensi Jadi Celah Masuknya Dana Kampanye dari Sumber Terlarang

Kompas.com - 25/09/2018, 14:56 WIB
Devina Halim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengkhawatirkan masuknya dana kampanye dari sumber terlarang melalui sumbangan partai politik.

Roy menjelaskan, sumbangan dana kampanye yang berasal dari partai politik tidak diatur berapa jumlah maksimalnya. Hal itu yang berpotensi menjadi celah masuknya biaya kampanye dari pihak yang dilarang oleh undang-undang.

"Yang paling disorot adalah sumbangan dari parpol yang tidak ada serinya, artinya tidak ada batasannya. Ini memang akan memunculkan kecurigaan potensi masuknya dana-dana yang dilarang," terangnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (25/9/2018).

Selain itu, potensi tersebut akan semakin bertambah besar jika pelaporan tidak dilakukan secara transparan.

Baca juga: Tak Semua Pihak Boleh Sumbang Dana Kampanye

Laporan tersebut penting sebab menjadi sarana bagi Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menelusuri aliran dana yang masuk maupun keluar.

Oleh sebab itu, ia mengimbau peserta pemilu untuk melaporkan dana kampanyenya secara tepat waktu dan terbuka.

"Kalau pelaporan itu baik, maka KPU atau Bawaslu bisa menelusuri sumber dana tersebut apakah diperoleh dengan cara yang sah, sah dalam pengertian sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU, tidak berasal dari sumber yang dilarang," jelas dia.

Sumbangan biaya kampanye harus dicatat dalam rekening khusus dana kampanye, yang mengatasnamakan pasangan calon.

Baca juga: Dana Kampanye Partai Hanya Rp 1 Juta, Ini Penjelasan Perindo

Selain itu, penyumbang juga harus mengungkapkan identitasnya, seperti nama, alamat, hingga NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Sumber dana kampanye untuk pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertuang dalam Pasal 325 ayat 2 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam peraturan tersebut tertulis bahwa terdapat tiga sumber dana yang diperbolehkan, yaitu pasangan calon itu sendiri, dari partai politik pengusung pasangan calon, dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

Baca juga: Bandingkan Dana Kampanye dengan Kubu Jokowi-Maruf, Sandiaga Sedih

Sebelumnya KPU telah menyebutkan bahwa pasangan capres dan cawapres tidak diperbolehkan menerima sumbangan dari pihak yang menggunakan anggaran negara, pihak asing, hingga perusahaan yang sahamnya dimiliki pihak asing.

Dana kampanye yang bisa disumbangkan dari setiap pihak juga telah diatur besarannya dalam pasal 327 ayat (1) dan (2) UU Pemilu.

Undang-undang tersebut membatasi sumbangan dana kampanye perseorangan maksimal Rp 2,5 miliar, sedangkan sumbangan dana kampanye yang berasal dari kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah tidak boleh melebihi Rp 25 miliar.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum telah menerima laporan awal dana kampanye dari 2 pasangan peserta Pemilu Presiden 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com