JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor berpendapat, beberapa partai politik masih menerapkan pandangan pragmatisme ketimbang memenuhi harapan publik untuk menghadirkan kader yang bersih dan berintegritas.
“Mungkin dalam pandangan partai politik itu masih menerapkan pandangan legal formal, bahwa mereka yang koruptor sudah melalui tahapan hukuman, sehingga layak menerapkan sama sebagai warga yang lain,” tutur Firman melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Kamis (20/9/2018).
Menurut Firman, para eks koruptor yang dipertahankan dalam daftar calon anggota legislatif memiliki kontribusi besar bagi parpol.
“Mungkin ada potensi populer di daerah pemilihannya, karena ada beberapa kasus ketika pemilihan kepala daerah maupun di legislatif seorang yang masih diselesaikan terkait korupsi atau terindikasi korupsi bisa menang juga ada,” kata Firman.
Firman menilai, partai politik kurang memiliki rasa sensitifitas bila tetap mengusung calon anggota legislatif yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi.
“Saya kira partai-partai tersebut kurang sensitif, tentu risiko akan ditanggung sendiri nanti kalau memang itu berimbas kepada partai,” ujar Firman.
Baca juga: Alasan Partai Gerindra Tetap Usung Bacaleg Eks Koruptor
Firman menuturkan, partai politik harus memiliki komitmen untuk menghukum koruptor dalam rangka memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya.
Hal itu, kata Firman, lantaran perilaku korupsi merupakan bahaya laten.
“Tentu saja apa yang dilakukan partai politik kompatibel niat atau tujuannya. Parpol tidak sejalan dengan cita-cita untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya,”kata Firman.
“Jadi diibaratkan kalau dulu memberantas komunis sampai akar-akarnya kan semua terkait komunisme diberantas, dimatikan. Kalau menberantas korupsi kenapa tidak diperlakukan sama?”sambung Firman.