Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bawaslu Melangkah Mundur, Wajar Masyarakat Marah Eks Koruptor Jadi Caleg"

Kompas.com - 02/09/2018, 20:25 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto menyebut tindakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meloloskan sejumlah bakal calon legislatif mantan napi korupsi adalah langkah mundur.

Sebab, pada saat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan telah diundangkan, Bawaslu justru tidak berpedoman pada aturan tersebut.

PKPU tersebut memuat larangan mantan napi korupsi maju sebagai caleg.

Arif menilai, sejak proses perumusan PKPU, Bawaslu dalam posisi ambigu. Di satu sisi, Bawaslu melarang partai politik mengajukan caleg mantan napi korupsi.

Baca juga: Bawaslu Sudah Loloskan 12 Bakal Caleg Eks Koruptor

Di sisi lain mereka juga tidak setuju larangan tersebut ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan.

"Pada satu sisi mereka meminta parpol tidak mencalonkan mantan napi koruptor, tapi di sisi lain mereka tidak setuju hal itu diatur dalam PKPU," kata Arif dalam diskusi politik di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (2/8/2018).

Menurut Arif, keberadaan pakta integritas yang dulu ditandatangani oleh Bawaslu dan pimpinan partai politik peserta pemilu 2019 kini tidak berarti.

Baca juga: Pakar: Jangan Berpikir Eks Koruptor Boleh Nyaleg karena Tak Dilarang di UU

Pakta integritas itu berisi komitmen parpol tidak akan mengajukan caleg mantan koruptor.

Belakangan, Bawaslu justru meloloskan para mantan koruptor untuk menjadi bakal caleg.

"Bagaimana mungkin Bawaslu minta parpol menjalankan pakta integritas kalau Bawaslu justru menerima gugatan (bacaleg eks napi korupsi)," ujar Arif.

Meskipun larangan mantan napi korupsi mendaftar sebagai caleg tak tertuang dalam UU No  7 tahun 2017 tentang Pemilu, bukan berarti hal itu menggugurkan aturan dalam PKPU yang melarang mantan napi korupsi menjadi caleg.

Baca juga: Loloskan Caleg Eks Koruptor, Bawaslu Dianggap Menikam Masyarakat

Lagi pula, Arif menyebut, mantan koruptor telah memukul demokrasi sebanyak tiga kali. Pertama, korupsi sewaktu punya jabatan publik.

Kedua, kembali mencalonkan diri untuk jabatan publik setelah melakukan korupsi.

Ketiga, tidak menerima larangan dirinya maju sebagai caleg dengan mengajukan sengketa ke Bawaslu.

Dari situ, kata Arif, wajar jika masyarakat geram Bawaslu meloloskan para mantan napi korupsi.

"Saya pikir kita semua layak marah," tandasnya.

Baca juga: Eks Koruptor Diloloskan Jadi Bakal Caleg, Ini Penjelasan Ketua Bawaslu

Ketua Bawaslu Abhan sebelumnya membantah jika pihaknya memiliki penafsiran semaunya terkait PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan UU Pemilu.

Abhan menilai, putusan Bawaslu meloloskan sejumlah caleg dari kalangan mantan narapidana korupsi sudah sesuai dengan kedua aturan tersebut.

"Kami bukan interpretasi sendiri. Coba dibaca, PKPU 20 itu di pasal 7 tidak ada syarat persoalan napi korupsi itu tak ada. Persis itu di Undang-undang (nomor) 7," kata Abhan di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (31/8/2018).

Menurut dia, apabila pasal 7 memuat syarat tersebut, Bawaslu bisa memahaminya. Oleh karena itu, kata Abhan, dengan tidak adanya syarat tersebut, seorang mantan narapidana korupsi bisa ikut menjadi caleg.

Ia mengatakan, PKPU tersebut hanya mengatur larangan mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan narkoba dalam bentuk pakta integritas sebagaimana yang termuat pada pasal 4.

Pakta itu harus ditandatangani oleh ketua umum partai dan sekretaris jenderal partai.

Pasal 4 Ayat 3 PKPU disebutkan, dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka, tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.

Kemudian, dalam Pasal 6 Ayat 1 Huruf e diyatakan bahwa pimpinan parpol sesuai tingkatannya menandatangani dan melaksanakan pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ayat 3.

Formulir pakta integritas itu berisi tiga poin, di antaranya jika ada pelanggaran pakta integritas, berupa adanya bakal calon yang berstatus mantan napi bandar narkoba, kejahatan seksual anak, dan korupsi, maka bersedia dikenai sanksi administrasi pembatalan pencalonan.

"Kalau sebuah perikatan yang wanprestasi itu adalah ketum dan sekjen, hukum lah partainya, bukan calonnya. Ini kan di syarat pencalonan, bukan syarat calon," ujarnya.

Abhan juga tak menemukan aturan soal sanksi di PKPU tersebut jika partai tak memenuhi pakta integritas. Ia menyimpulkan, tindakan Bawaslu sudah sesuai aturan.

"Jadi kami merujuk pada undang-undang dan merujuk pada PKPU 20 juga. Cobalah dibaca lagi," kata dia.

"Sekali lagi di PKPU itu syarat calon tak muncul yang melarang napi koruptor itu," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com