Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Kisah Perjalanan Haji pada 1800-an...

Kompas.com - 01/08/2018, 12:28 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perjalanan haji pada masa lalu menyimpan banyak cerita. Pada masa itu, berhaji merupakan perjalanan ibadah yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang mapan secara ekonomi.

Perjalanan yang dilalui dari Indonesia menuju Tanah Suci juga tak mudah. Jalur laut menjadi pilihan utama, karena perjalanan haji via udara baru berlaku tahun 1952, dengan tarif yang dua kali lebih mahal daripada dengan menggunakan kapal laut.

Bagaimana dengan tahun-tahun sebelumnya, pada 1800-an? Kala itu, sistem perjalanan haji diatur oleh pemerintah Kolonial.

Haji pada Masa Kolonial

Pada abad 18, sistem ibadah haji dikuasai dan dikelola oleh pihak kolonial. Pemerintahan kolonial melakukan pendataan terhadap seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji.

Selain itu, mereka melakukan kontrol terhadap sistem perhajian pada masa itu.

Dikutip dari buku "Naik Haji di Masa Silam Tahun 1482-1890" yang ditulis oleh Henri Chambert-Loir, Gubernur Jenderal Daendles menetapkan bahwa demi keamanan dan ketertiban, para jemaah haji harus mengantongi dokumen perjalanan selama bepergian ke Tanah Suci.

Pada 1825, calon haji harus membeli sebuah paspor dengan harga 110 gulden di Kantor Bupati. Angka ini termasuk mahal pada masa itu.

Sementara, secara tak resmi, Bupati ditugaskan untuk memperlambat arus haji.

Pada 1859, kebijakan kolonial berubah lagi. Jemaah calon haji yang akan bertolak ke Tanah Suci harus melapor kepada bupati terkait dan menunjukkan uang yang cukup untuk membiayai perjalanan dan kehidupan keluarganya di rumah.

Hal itu menjadi syarat untuk mendapatkan paspor.

Syarat kedua, setelah jemaah haji kembali, ia harus menghadap Bupati lagi untuk menunjukkan bahwa dirinya telah ke Mekkah.

Jika tidak, akan dikenakan denda sebesar 25-100 gulden dan tidak diperbolehkan menyandang gelar haji.

Akan tetapi, kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh kolonial ini seringkali tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Calon jemaah haji kadang diberikan kelonggaran.

Perjalanan laut

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Nasional
KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

Nasional
Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Nasional
Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Nasional
12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

Nasional
Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Nasional
BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

Nasional
DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

Nasional
Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Nasional
Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Nasional
Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Nasional
BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com