Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap Proyek PUPR

Kompas.com - 02/07/2018, 18:53 WIB
Reza Jurnaliston,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menetapkan satu tersangka baru terkait tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Satu tersangka itu adalah Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (SR) JECO Group Hong Arta John Alfred (HA).

"HA selaku Direktur dan Komisaris PT SR diduga secara bersama-sama memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya terkait pelaksanaan pekerjaan dalam program pembangunan infrastruktur pada Kementerian PUPR," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (2/7/2018), seperti dikutip Antara.

Atas perbuatannya tersebut, Hong Arta John Alfred disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hong Arta John Alfred merupakan tersangka ke-12 dalam kasus tersebut.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan 11 orang lainnya sebagai tersangka terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Sebanyak 11 tersangka itu antara lain Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir (AKH), Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary (AHM), komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng (SKS), Julia Prasetyarini (JUL) dari unsur swasta, Dessy A Edwin (DES) sebagai ibu rumah tangga serta lima anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti (DWP), Budi Supriyanto (BSU), Andi Taufan Tiro (ATT), Musa Zainudin (MZ), Yudi Widiana Adia (YWA), dan Bupati Halmahera Timur 2016-2021 Rudi Erawan (RE).

"10 dari 11 tersangka tersebut telah divonis Pengadilan Tipikor Jakarta. Sedangkan, Bupati Halmahera Timur saat ini masih menjalani proses persidangan," ucap Basaria.

Basaria menyatakan, penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan barang elektronik bahwa tersangka Hong Arta John Alfred dan kawan-kawan diduga memberikan uang kepada sejumlah pihak.

"Di antaranya AHM selaku Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara sebesar Rp 8 miliar pada Juli 2015 dan Rp 2,6 miliar pada Agustus 2015. DWP selaku anggota DPR RI periode 20142019 sebesar Rp1 miliar pada November 2015," ungkap Basaria.

Diduga, kata Basaria, pemberian-pemberian tersebut terkait pekerjaan proyek infrastruktur pada Kementerian PUPR.

Perkara tersebut bermula dari tertangkap tangannya anggota Komisi V DPR RI periode 2014 2019 Damayanti Wisnu Putranti bersama tiga orang lainnya di Jakarta pada 13 Januari 2016 dengan barang bukti total sekitar 99 ribu dolar AS.

Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen total suap untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Basaria menegaskan, korupsi di proyek-proyek infrastruktur seperti ini tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi sangat merugikan bagi masyarakat.

"KPK mengingatkan pada seluruh pihak, khususnya penyelenggara negara dan pelaksana proyek infrastruktur agar melakukan pekerjaan secara bersih dan tidak korupsi. Jika ada permintaan uang dari pihak-pihak tertentu, silakan dilaporkan pada KPK di bagian pengaduan masyarakat," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com