JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah menilai pemberian izin pengelolaan sumber daya alam (SDA) oleh kepala daerah cenderung tak terkontrol.
Hal itu mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan setempat menjadi buruk.
"Faktanya, banyak izin yang dikeluarkan jelang pemilihan, dan ada izin yang sudah habis tapi tidak dicabut untuk kepentingan pendanaan politik," kata Merah dalam diskusi Tambang Tunggangi Politik Elektoral di Kafe Diskaz Rumah Pekerja, Jakarta, Senin (28/5/2018) sore.
Baca juga: Pimpinan KPK Heran Banyak Pengusaha Tambang Abaikan Rekomendasi
Situasi yang tak terkontrol itu menjadikan kontestasi politik elektoral jelang Pilkada 2018 semakin tak menjamin upaya perbaikan terhadap lingkungan hidup.
Berdasarkan catatan JATAM, jumlah total perizinan hingga Maret 2018 sudah mencapai 8710. Angka itu tumbuh signifikan jelang tahun politik.
Bahkan, perpanjangan izin pengelolaan SDA khususnya di bidang tambang, mineral, energi ada yang sudah diperpanjang hingga puluhan tahun ke depan.
"Kami melihat bentang politik berkontribusi merusak bentang alam. Keputusan politik yang merusak sekujur wilayah dan lingkungan Indonesia," papar Merah.
Baca juga: Di Sektor Tambang, Indonesia bak Gadis Cantik bagi Investor
Merah juga mencatat hampir 83 persen dari seluruh perusahan tidak melakukan pemulihan wilayah bekas-bekas tambang. Hal itu semakin memperparah kualitas lingkungan hidup pasca penambangan.
"Tambang ini masuk tidak mereka bersihkan dan dipulihkan. Mereka juga tidak membayar jaminan dana pemulihan," kata dia.
Hal yang sama juga terjadi pada izin pengelolaan SDA di kawasan hutan.
Baca juga: Rupiah Makin Melemah, Tambang Batubara Paling Diuntungkan
Pemerintah, kata dia, mengeluarkan 487 izin pinjam pakai kawasan hutan. Namun, perusahaan tak banyak yang memiliki niat memulihkan hutan tersebut.
"Jadi kalau mereka pinjam hutan mereka tidak mengembalikan itu. Jadi hutan yang tersisa hanya lubang-lubang tambang saja. Jadi sudah lengkap hutan kita rusak, pulau kecil rusak, dan pulau besar," katanya.
Perusahaan tambang, kata dia, memanfaatkan kesempatan dukungan kepada para calon kepala daerah untuk memberikan pendanaan politik dengan imbalan berupa perolehan atau perpanjangan izin.
Baca juga: Jonan Bakal Beri Sanksi ke Perusahaan Tambang yang Enggan Suplai Pembangkit Listrik
"Pemerintah juga harus melakukan moratorium (pemberian izin) atas dasar alasan politik, di tahun politik pemerintah mestinya menghentikan pemberian izin karena itu rawan sekali praktek korupsi," kata dia.
Ia juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga terkait untuk mengkaji ulang berbagai pemberian izin yang dilakukan jelang pelaksanaan pemilihan.
"Kami mendesak agar ada audit terhadap izin tambang jelang tahun politik dan itu harus diaudit okeh KPK dan pihak terkait untuk memastikan itu (pemberian izin) tidak terkait korupsi," paparnya.