Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Final Piala Thomas 1970, Sumbangan Rp 50 hingga Berkerumun di Depan TV Tetangga

Kompas.com - 27/05/2018, 09:15 WIB
Inggried Dwi Wedhaswary

Penulis

KOMPAS.com - "Di terminal bus Lapangan Banteng, penduduk berdiri di sekitar loudspeaker, demikian pula di beberapa tempat penjual rokok semua asyik mendengarkan. Di Senen, abang-abang penjual barang rombengan berkumpul mendengarkan sambul duduk di atas tikar".

Demikian deskripsi yang dimuat dalam Harian Kompas, 6 Juni 1970, mengenai suasana saat berlangsungnya siaran langsung pertandingan final Piala Thomas 1970 antara Indonesia vs Malaysia.

Pertandingan disiarkan langsung oleh TVRI dan RRI.

Pesawat TV dan radio masih menjadi barang mewah saat itu.

Tak semua rumah memilikinya. Berkerumun adalah pilihan, agar tak melewatkan setiap detik pertandingan.

Baca juga: Piala Thomas, Beberapa Kisah Saat Indonesia Dikalahkan China...

Kisah yang menarik untuk disimak, meski pada gelaran Piala Thomas 2018, langkah tim Indonesia terhenti di babak semifinal setelah dikalahkan China 1-3, Jumat (25/5/2018) kemarin.

Sumbangan Rp 50 - Rp 100

Menjelang digelarnya Piala Thomas 1970, Menteri Penerangan saat itu, Budiardjo, mewacanakan adanya sumbangan dari masyarakat Indonesia yang ingin Televisi Republik Indonesia (TVRI) menyiarkan secara langsung pertandingan final pada 5-6 Juni 1970.

Menteri Penerangan Budiardjo menawarkan kepada seluruh pirsawan TVRI untuk mau mengeluarkan Rp 50 sampai Rp 100 agar dapat mengikuti jalannya pertandingan final Thomas Cup Indonesia-Malaysia pada 5-6 Juni 1970.

Menurut Budiardjo, dengan adanya iuran khusus Thomas Cup, diperkirakan akan terkumpul Rp 10 juta.

Uang ini bisa digunakan untuk membiayai keperluan TVRI dalam pemberitaan dan penyiaran pertandingan Thomas Cup 1970 yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia. 

Baca juga: Melihat Rekam Jejak Indonesia di Piala Thomas dan Piala Uber

Sementara itu, pemberitaan Harian Kompas, 29 Mei 1970, menyebutkan, TVRI berencana menyiarkan secara langsung pertandingan final jika Indonesia maju melawan Malaysia di babak final pada 5-6 Juni 1970.

Digambarkan, prosesnya, siaran akan ditangkap oleh televisi Malaysia, kemudian melalui satelit komunikasi dihubungkan dengan stasiun bumi di Jatiluhur untuk selanjutnya dipancarkan ke layar televisi.

Untuk siaran langsung final ini, diperkirakan membutuhkan dana sekitar 18.000 dollar AS.

Kala itu, Pimpinan TVRI menyatakan optimistis dana ini bisa terkumpul dari sumbangan masyarakat karena animo yang tinggi. Padahal, pada 29 Mei 1970, sumbangan masyarakat yang terkumpul baru Rp 1.200.000.  

Akhirnya, pada 5 Juni 1970, TVRI menyiarkan secara langsung babak final Thomas Cup antara Indonesia melawan Malaysia.

Siaran langsung ini bisa diwujudkan dengan disponsori PN Pertamina dan Perusahaan Umum Telekomunikasi.

Berkerumun di depan TV dan radio

Pemandangan para warga berkerumun terlihat hampir di setiap sudut Ibu Kota.

Bahkan, pemilik-pemilik TV di kampung, ada yang kewalahan karena mendapatkan kunjungan para tetangganya yang menumpang menonton pertandingan. 

Hal yang sama terjadi di Studio TVRI Senayan, Jakarta, yang diserbu penonton.

Direktur TVRI saat itu, Soemadi memperkirakan, siaran langsung ini ditonton oleh satu juta orang.

Jumlah ini didapatkan dengan memperkirakan bahwa satu pesawat TV akan ditonton oleh 10 orang.

Adapun, saat itu di Jakarta tercatat ada 80.000 pesawat televisi.

Ditambah dengan yang tak tercatat, maka diperkirakan jumlah penonton siaran langsung mencapai satu juta orang. 

Menurut Soemadi, siaran langsung dari Malaysia ini akan melampaui jumlah penonton yang pernah ada. Biasanya, siaran TVRI sehari-hari, jumlah penonton pada setiap pesawat TV hanya 5-6 orang.

Siaran TVRI ini juga di-relay ke Jawa Tengah.

Ia menyebutkan, para dealer TV di Semarang dibanjiri pembeli pesawat televisi beberapa hari sebelum pertandingan.

Sementara, di RRI Jakarta, diperkirakan jumlah pendengarnya mencapai 75 persen dari jumlah penduduk Ibu Kota. 

Kompas TV Selanjutnya, Indonesia akan menghadapi tim Thomas Korea Selatan untuk memperebutkan status juara grup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com