Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas: Kebijakan yang Diskriminatif Terhadap Perempuan Meningkat

Kompas.com - 23/05/2018, 18:24 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas) Perempuan Indriyati Suparno mengatakan, jumlah kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan semakin meningkat. 

Kebijakan tersebut diterbitkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Namun demikian, dia menyebut, sebagian besar kebijakan yang diskriminatif dikeluarkan pemerintah daerah.

Sejak tahun 2009 hingga 2016, Komnas Perempuan menemukan setidaknya 421 kebijakan pemerintah daerah yang diskriminatif terhadap perempuan.

Menurut Indriyati, trennya pun cenderung meningkat setiap tahun. Tahun lalu, jumlah kebijakan yang dianggap diskriminatif bertambah menjadi 460. Artinya ada 39 kebijakan baru.  

Baca juga: Komnas Perempuan Soroti Impunitas sebagai Penyebab Konflik Baru

Kian meningkatnya kebijakan diskriminatif itu, lantaran kebijakan yang lama tak bisa dibatalkan. 

"(Terus) bertambah (setiap tahun), karena (kebijakan) yang lama tidak bisa dibatalkan," ujar Indriyati kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Indriyati menerangkan, sebelumnya ada kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk bisa membatalkan kebijakan yang sifatnya diskriminatif.

Namun, belakangan kewenangan itu tak ada lagi. Kini, Kemendagri hanya berwenang mengevaluasi kebijakan yang terindikasi rentan diskriminatif.

Kebijakan diskriminatif bisa dibatalkan melalui gugatan ke Mahkamah Agung (MA) atau tinjauan yudisial (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal-hal tersebut bisa diajukan masyarakat.

Terkait jenis kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan, Indriyati menyatakan jenisnya beragam. Namun, sebagian berkaitan dengan moralitas tubuh perempuan dan batasan seperti misalnya larangan keluar malam atau pembatasan jam malam bagi perempuan.

Soal daerah yang kerap menerbitkan kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan, menurut Indriyati, biasanya daerah-daerah yang rentan konflik. Termasuk daerah yang dulunya adalah daerah operasi militer.

"Kemudian daerah-daerah yang (berdasarkan) pemantauan kami (adalah) daerah yang rentan konflik, seperti konflik agama, atau yang intoleransinya kuat," ujar Indriyati. 

Kompas TV Sutradara film Nia Dinata menganggap pendidikan antiradikal perlu diberikan ke pelajar di sekolah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com