Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Empat Temuan Komnas HAM Jelang Pilkada Serentak 2018

Kompas.com - 09/05/2018, 13:45 WIB
Moh Nadlir,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap sejumlah temuannya terkait persiapan penyelenggaraan Pilkada serentak 2018.

Pemungutan suara Pilkada 2018 jatuh pada tanggal 27 Juni 2018.

"Kurang dari dua bulan pemungutan suara Pilkada 2018. Tim menemukan fakta lapangan terkait dengan proses kepemiluan dan berdimensi pelanggaran HAM," ujar Komisioner bidang mediasi Komnas HAM, Munafrizal Manan di Kantornya, Jakarta, Rabu (9/5/2018).

Pertama, masalah dan potensi hilangnya hak pilih warga negara yang berusia 17 tahun atau yang sudah/pernah kawin yang belum memiliki e-KTP atau surat keterangan (Suket) pengganti e-KTP.

Komnas HAM mencermati adanya ratusan ribu pemilih yang dicoret dari daftar pemilih sementara yang telah ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap.

Pencoretan tersebut lantaran belum melakukan perekaman, sehingga belum memiliki e-KTP atau suket pengganti e-KTP.

"Tidak terdaftar dalam DPT maupun belum memiliki e-KTP potensial kehilangan hak memilihnya," kata dia.

Kedua, masih ditemukan situasi dan praktik ujaran kebencian serta diskriminasi berbasis ras, etnis, dan agama di wilayah-wilayah yang menggelar Pikada 2018.

Hasil pantauan Komnas HAM, di Pilkada kabupaten Garut ditemukan fakta adanya ujaran kebencian terhadap salah satu calon. Saat ini proses pemeriksaan perkara sudah di Kepolisian.

"Apabila tidak diantisipasi maka berujung pada tindakan diskriminatif dan berupaya mendominasi ruang kesadaran politik dengan satu identitas tunggal tertentu serta meminggirkan identitas lainnya," kata dia.

Ketiga, pemenuhan hak kelompok rentan masih bermasalah, terutama bagi tahanan, warga binaan yang berada di rutan atau lapas, dan pasien di rumah sakit serta penyandang disabilitas.

"Diharapkan hak pilih mereka akan terfasilitasi dengan baik, terutama saat pelaksanaan pemungutan suara, akses TPS dan terdapat jaminan kerahasiaan bagi pemilih," ujarnya.

Keempat, adanya potensi kehilangan hak untuk memilih bagi para pekerja yang berada di perkebunan, misalnya di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat.

"Praktik selama ini terjadi, mereka tidak diliburkan oleh perusahaan, sedangkan mengenai jumlah mereka KPU tidak memiliki data yang akurat," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com