JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia mengundang para ulama dari Afganistan dan Pakistan untuk bertemu di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2018.
"Kami mengundang para ulama dari Afganistan, Pakistan dan Idonesia untuk berbicara," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres RI, Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Pertemuan tersebut bertujuan untuk mendorong terciptanya perdamaian di kedua negara yang berkonflik.
"Kita mendorong, membantu sehingga tercapai kedamaian di Afganistan dan sebagainya," kata Kalla.
Baca juga : Puluhan Ulama dari Afganistan dan Pakistan Akan Berkumpul di Indonesia
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut menganggap suara para ulama akan lebih didengarkan oleh pemerintah kedua negara.
"Karena para ulama pasti jauh lebih didengar daripada orang-orang pemerintah sendiri," kata dia.
"Kalau para ulama memberikan pandangan, fatwa atau apa pun masyarakat akan lebih percaya, dan akan menuruti," kata dia.
Sebelumnya, Indonesia akan menjadi tuan rumah forum ulama trilateral antara Indonesia, Afghanistan, dan Pakistan 2018. Pertemuan di Jakarta tersebut akan dihadiri 45 orang ulama dari ketiga negara.
Masing-masing negara akan mengirimkan 15 perwakilan ulamanya.
Baca juga : Kisah Imigran Afganistan Cari Suaka, Ditolak Imigrasi hingga Tidur di Tenda Mi Ayam
"Pertemuan para ulama Afghanistan, Pakistan dan Indonesia Insya Allah direncanakan bulan ini," kata Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla ketika ditemui di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Selasa (6/3/2018).
Dalam pertemuan tersebut akan dibahas mengenai solusi perdamaian bagi Afganistan yang selama ini berkonflik.
Forum tersebut juga merupakan tindaklanjut pertemuan dengan High Peace Council (HPC) Afghanistan atau Kabul Peace Process Conference beberapa waktu lalu.
Usai pertemuan tersebut akan diupayakan forum ulama yang lebih besar.
Tak berbeda, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengungkapkan pertemuan tersebut adalah salah satu bentuk kontribusi Indonesia bagi perdamaian Afghanistan.
Indonesia sendiri dianggap oleh Afghanistan sebagai negara yang netral, dan tak punya kepentingan politik atau ekonomi secara langsung terhadap negara yang porak-poranda karena invasi militer Amerika Serikat tersebut.