Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tanpa Regulasi, Aplikator Dapat Bertindak Semaunya terhadap Pengemudi Ojek Online"

Kompas.com - 23/04/2018, 19:31 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Perwakilan dari Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) Azas Tigor Nainggolan berpendapat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah harus segera membuat regulasi yang mengatur tentang keberadaan ojek online.

Menurut Tigor, tanpa adanya regulasi, posisi antara pihak aplikator atau penyedia jasa aplikasi dan pengemudi menjadi tidak setara. Akibatnya, pihak aplikator dapat bertindak sewenang-wenang terhadap pengemudi dengan menetapkan kebijakan secara sepihak.

"Posisinya jadi tidak seimbang atau tidak setara. Jadinya pengisapan. Pada praktiknya aplikator ini jadi tidak terawasi. Bertindak semaunya seperti operator angkutan umum, jadinya tidak terkontrol," ujar Tigor saat ditemui seusai audiensi pengemudi ojek online dengan Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/4/2018).

Baca juga: Ketua Komisi V Temui Pendemo, Ini Kesepakatan Ojek "Online" dengan DPR

Tigor menjelaskan, selama ini pihak aplikator selalu menyebut pengemudi sebagai mitra kerja. Namun, praktiknya, sejumlah kebijakan ditentukan secara sepihak, misalnya soal penentuan tarif batas bawah.

Selain itu, pihak aplikator juga menentukan wilayah operasional seluruh pengemudi dan melakukan suspend atau pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

"Jadi enggak ada praktik seperti sekarang. Bilangnya mitra, tapi sewenang-wenang," ucap Tigor.

Selain itu, lanjut Tigor, adanya regulasi juga dapat memperjelas posisi pihak aplikator.

Baca juga: Ojek "Online": Argo Rp 1.200 Cukup? Bayar WC Umum Saja Rp 2.000

Tigor menilai, saat ini tidak ada kejelasan posisi aplikator, apakah menjadi pihak penyedia jasa aplikasi atau sebagai perusahaan angkutan umum online.

Pasalnya, pihal aplikator juga memiliki kewenangan untuk memberikan izin operasi bagi para pengemudi yang bergabung atau mendaftar.

"Maka, regulasi itu penting untuk mengatur keberadaan aplikator. Diatur sejauh apa wewenang aplikator, enggak boleh sembarangan," kata Tigor.

"Jangan seperti sekarang, dia perusahaan penyedia aplikasi, tapi bertindak sebagai perusahaan angkutan umum," ucapnya.

Ojek "online" berunjuk rasa

Sebelumnya, perwakilan pengunjuk rasa ojek online bersama Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) bertemu pimpinan Komisi V DPR RI di ruang rapat komisi.

Dalam audiensi tersebut, mereka menyampaikan tiga tuntutan terkait regulasi atas keberadaan kendaraan roda dua sebagai alat transportasi online.

Pertama, meminta Komisi V DPR agar mendesak Presiden joko Widodo agar membuat regulasi sebagai payung hukum bagi ojek online.

Kedua, meminta DPR dan pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Revisi tersebut bertujuan untuk mengatur standar pelayanan minimum (SPM) transportasi online yang belum diatur dalam UU LLAJ.

Sementara kendaraan roda dua sebagai salah satu moda transportasi umum baik yang konvensional ataupun dengan aplikasi berbasis teknologi informasi tidak diatur dalam UU LLAJ.

Kemudian, ketiga, pengemudi ojek online juga meminta pemerintah menetapkan tarif bawah sebesar Rp 3.200,00.

Kompas TV Mogok massal yang dilakukan pengemudi ojek online membuat pelanggan kesulitan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com