SALAH satu visi Indonesia dalam pembangunan bangsa adalah upaya peningkatan mutu pendidikan. Pada masa sekarang, pendidikan Indonesia memiliki dua sisi, yaitu peningkatan ilmu pengetahuan dan pendidikan karakter.
Hal itu sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penguatan pendidikan karakter juga ditegaskan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olahraga.
Pelaksanaan PPK melibatkan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penyelenggaraan PPK pada pendidikan formal dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran.
Pertanyaan besar muncul, bagaimana mengintergrasikan pelajaran fisika dengan pendidikan karakter?
Ini menjadi sebuah pembelajaran di mana menurut lebih dari 50 persen siswa mengatakan fisika itu sulit karena banyak rumus dan dianggap tidak bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Mempelajari fisika saja sulit, apalagi dengan mengintegrasikan pendidikan karakter. Begitulah kira-kira.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh organisasi internasional independen yang bekerja sama dengan institusi penelitian nasional dan agensi pemerintahan bernama Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS0, pencapaian skor IPA di kelas IV menduduki peringkat 45 dari 48 negara. Skor siswa Indonesia hanya berada di atas negara Saudi Arabia, Maroko, dan Kuwait.
Pernahkah kita menghubungkan ilmu fisika yang dipelajari di sekolah dengan kejadian-kejadian di sekitar kita?
Sebenarnya fisika itu sangat dekat dengan kita, bahkan selalu berada di sekeliling kita. Kejadian-kejadian di sekitar kita sangat erat kaitannya dengan konsep fisika.
Contohnya berkendara, paku yang dipalu ke lantai, aktivitas menelepon dan menyalakan lampu. Aktivitas-aktivitas tersebut sangat erat sekali dengan konsep fisika karena pada dasarnya fisika merupakan ilmu alam yang dapat dilihat gejala dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa buku fisika yang dijumpai di pasaran mengintegrasikan PPK hanya dalam bentuk poin-poin pendidikan karakter yang tersebar di setiap bab buku.
Berikut ini sejumlah contoh bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran fisika.
Ban hitam yang gigih
Misalnya seorang pengendara sepeda motor melakukan perjalanan dari Malang menuju Surabaya. Jarak kedua kota itu sekitar 90 km, ditempuh dalam waktu 2 jam. Maka kecepatan rata-rata pengendara tersebut sebesar 45 km setiap jamnya.
Dalam perjalanan tersebut, sadarkah kita berapa kali ban sepeda motor tersebut berputar? Kemungkinan tidak. Dapatkah kita membayangkan dalam perjalanan 2 jam itu, ban telah berputar sebanyak 57.000 kali?
Dengan kata lain, setiap detik ban berputar 8 kali. Mampukah seseorang berputar 8 kali setiap detik selama 2 jam?
Dari contoh tersebut, kita dapat memetik kegigihan luar biasa dalam mencapai tujuan. Putaran demi putaran ditempuh, terkadang harus bergesekan dengan batu, pasir dan lumpur, terkadang berdecit dengan dengan aspal karena pengereman mendadak, terkadang bocor terkena paku.
Begitu juga kehidupan, kadang mulus kadang tidak, dan kadang mendapat masalah yang berat. Namun belajar dari ban tersebut, keyakinan dan sikap pantang menyerah akan membawa kita pada sebuah cita-cita yang diimpikan.
Sejauh apa pun, setinggi apa pun rintangan itu, dapatlah kita meraihnya dengan usaha yang sungguh-sungguh. Jika ban tersebut berhenti berputar atau malah kembali, pengendara tersebut tidak akan pernah sampai di Surabaya. Kejarlah mimpimu, semangat.
Ringan dengan bekerja sama
Contoh lainnya adalah sebuah pegas yang memiliki batas maksimal beban sebesar 0,5 kg. Bagaimana apabila pegas itu diberi beban lebih dari 0,5 kg?
Mula-mula sifat keelastisitasannya akan terganggu. Apabila diberi beban yang lebih besar lagi, besar kemungkinan pegas tersebut akan patah.
Taruhlah contoh beban yang tersedia sebesar 1,2 kg. Untuk beban besar ini, kita bisa menggantungkan pegas secara paralel sebanyak tiga buah sehingga batas maksimal bebannya menjadi 1,5 kg. Karena beban akan terbagi ke setiap pegas, pegas tidak akan rusak.
Bagaimana jika kita diberikan beban yang melebihi kemampuan kita? Apakah kita akan mengerjakannya sendiri? Tidak, kita dapat melakukan yang seperti dilakukan pegas. Kita dapat bekerja sama dalam melakukannya.
Untuk tanggung jawab yang melebihi kemampuan kita, dengan bekerja sama setiap pekerjaan akan terasa ringan.
Namun, tidak semua pekerjaan dilakukan dengan bekerja sama. Untuk hal-hal yang harus dikerjakan sendiri atau masih dalam batas kemampuan kita, kita harus melakukannya sendiri.
Ediyanto
S-3 Educational Development, Graduate School for IDEC, Hiroshima University
PPI Jepang (ppidunia.org)