Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media, Teroris, dan Simbiosis Mutualisme

Kompas.com - 29/01/2018, 08:25 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberitaan mengenai terorisme selalu mendapat tempat di media, sekecil apapun peristiwanya. Bahkan, penemuan bom panci yang belum meledak pun menjadi berita yang terus menerus "digoreng" oleh pewarta.

Di sisi lain, para teroris ternyata menikmati pemberitaan media tersebut. Sorotan publikasi dianggap sebagai eksistensi kelompok mereka. Meski secara kualitas kecil, mereka tetap akan diekspos dan diperhatikan masyarakat karena peran media.

Anggota Dewan Pers Nezar Patria menganggap hal tersebut seperti simbiosis mutualisme. Hubungan yang saling menguntungkan. Gambar-gambar aksi teror yang muncul di televisi maupun lewat foto akan menampilkan imaji yang membangun persepsi masyarakat.

Anggota Dewan Pers Nezar Patriakompas.com/dani prabowo Anggota Dewan Pers Nezar Patria
"Dengan serangan kecil, dengan expose media yang besar, akan terlihat menakutkan. Ada persepsi ancaman," kata Nezar dalam short course yang diselenggarakan AIDA di Jakarta, Kamis (25/1/2018).

Nezar mengakui isu terorisme dianggap lebih "seksi" oleh media ketimbang wabah flu ataupun kecelakaan di jalan raya. Padahal, jumlah korbannya jauh lebih besar.

Baca juga: Dalam Tiga Hari, 19 Terduga Teroris Diamankan

Teroris, kata dia, juga sengaja mencari tempat keramaian seperti pusat kota untuk menimbulkan dampak ketakutan yang lebih besar. Tentu saja dengan memanfaatkan publikasi media.

Ia mencontohkan bom di kawasan MH Thamrin pada awal 2016 lalu. Aksi teroris di tempat itu bukan tanpa perhitungan yang matang.

Pemilihan tempat di pusat ibu kota, pemilihan waktu pada pagi hari, sudah dipertimbangkan dengan cermat untuk mencapai tujuan mereka.

"Dalam rangka menarik perhatian besar dan mengguncang ibukota. Dan media pasti akan beramai-ramai ke sana. Kalau ke tempat lain kurang menarik perhatian," kata Nezar.

Menurut dia, pemberitaan di media akan menentukan besar atau kecilnya skala ancaman. Oleh karena itu, ia meminta pers tidak memberitakan peristiwa terorisme secara berlebihan dan berulang-ulang karena akan menimbulkan ketakutan bagi masyarakat.

Jika ada ledakan bom atau aksi teror, media harus memikirkan apa yang layak diberitakan. Jika beritanya diangkat berlebihan dan diulas sepanjang hari, kata Nezar, justru akan bermanfaat bagi teroris.

Baca juga: Jadi Sopir Panggilan, Terduga Teroris di Malang Jarang Pulang

"Mereka membutuhkan media agar pesan mereka tersebar. Jangan sampai kita digunakan untuk kepentingan penyampaian pesan aksi teror," kata dia.

Media pun bisa mencegah teroris memperbesar dampak aksi mereka melalui pemberitaan. Oleh karena itu, Nezar meminta media hindari pemberitaan yang berpotensi mempromosikan dan memberi legitimasi terhadap tindakan terorisme dan membesar-besarkan sosok teroris tertentu. Glorifikasi semacam itu, kata dia, merupakan hal yang ditunggu-tunggu teroris.

"Dengan kekuatannya untuk mempengaruhi publik melalui informasi, media justru harus menyadarkan publik bahaya terorisme itu," kata Nezar.

Dewan pers juga telah mengeluarkan pedoman peliputan terorisme melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan–DP/IV/2015. Nezar mengatakan, pedoman tersebut penting agar wartawan selalu berpegang pada kode etik jurnalistik, di samping soal kebenaran peristiwa.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com