Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Pimpinan Parpol hingga Presiden Minta Novanto Patuhi Proses Hukum

Kompas.com - 18/11/2017, 19:08 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pimpinan lembaga negara angkat bicara soal kasus hukum yang menimpa Ketua DPR  Setya Novanto. Pada Jumat (10/11/2017) lalu, Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi proyek e-KTP. Status tersangka Novanto sempat dibatalkan karena ia memenangkan praperadilan.

Ketua Umum Partai Golkar itu "menghilang" saat rumahnya didatangi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu malam lalu. Malam berikutnya keberadaannya diketahui di Rumah Sakit Medika Permata Hijau setelah ia mengalami kecelakaan mobil.

Novanto kemarin siang dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo atas permintaan KPK. Saat ini Novanto sudah berstatus tahanan KPK meski masih dirawat di rumah sakit.

Para elite politik negeri ini hingga pimpinan negara berkomentar soal kasus Novanto.

Presiden Joko Widodo, Jumat (17/11/2017) kemarin, dengan tegas meminta agar Novanto mematuhi proses hukum yang berjalan.

"Saya minta Pak Setya Novanto mengikuti proses hukum," ujar Presiden.

Jokowi meyakinkan Novanto bahwa proses hukum di Indonesia berasaskan keadilan.

"Saya yakin proses hukum yang ada di negara ini berjalan dengan baik," ujar Jokowi.

Baca juga : Jokowi: Saya Minta Pak Setya Novanto Mengikuti Proses Hukum

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menilai Novanto bertanggung jawab atas perbuatannya meskipun masih berstatus tersangka. Sikap Novanto sebagai pimpinan lembaga negara akan menjadi contoh bagi publik.

"Tentu harus tetap (taat) kepada jalur hukum bahwa kalau dibutuhkan, ya harus siap. Kalau apa yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan," kata Kalla.

Kalla menegaskan, sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Novanto harusnya taat kepada hukum agar dirinya dan partainya dipercaya masyarakat.

"Kepemimpinan harus taat kepada hukum dan dapat dipercaya oleh masyarakat. Kalau lari-lari begini bagaimana dia bisa dipercaya, kan," kata Kalla.

Baca juga: Doakan Novanto, Jusuf Kalla Bilang, Biasanya Juga Cepat Sembuh

KOMPAS.com Saran untuk Setya Novanto
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan juga berharap Novanto mengikuti proses hukum sesuai aturan yang berlaku. Zulkifli berkomentar soal alasan Novanto yang mangkir dari panggilan KPK. Novanto meminta KPK mengantongi izin Presiden terlebih dahulu untuk bisa memanggilnya.

Menurut Zulkifli, beberapa rekannya yang juga anggota DPR tetap memenuhi panggilan KPK jika keterangannya diperlukan tanpa meminta syarat seperti Novanto.

"Beberapa teman diperiksa saksi DPR oleh KPK waktu itu juga tidak ada izin," kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar merasa prihatin dengan kasus yang menimpa Novanto. Namun, ia berharap Novanto mematuhi proses hukum yang ada.

"Semua pihak harus tunduk pada hukum, tidak peduli siapa pun. Saya sebagai sesama anggota DPR tentu prihatin dan simpati kepada Pak Novanto karena kolega. Tetapi, kita harus menghormati, menghargai proses hukum yang dilakukan oleh KPK," kata Muhaimin.

Di lain kesempatan, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy berharap koleganya tersebut bisa menjalani proses hukum secara proporsional dan profesional.

"Apa pun juga (yang dilakukan) Pak SN di luar posisinya sebagai ketua umum parpol, juga sebagai ketua lembaga negara yang terhormat, kalau yang terjadi pada malam terakhir ini seperti yang diberitakan, tentu ini memberikan pendidikan politik yang tidak pas," ujarnya.

Romi berharap, Setya Novanto bisa menjelaskan semua permasalahan yang dihadapinya.

"Nantinya diharapkan bisa dijelaskan dalam satu dua hari ke depan bila beliau segera muncul," harapnya.

Sementara Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Surya Paloh, berharap Novanto berani menghadapi perkara yang menimpanya.

"Novanto hadapi sajalah. Kamu telah berjuang semaksimal mungkin. Kamu telah melakukan upaya-upaya hukum melalui praperadilan dan kamu dibebaskan praperadilan," ujarnya.

"Sekarang KPK menetapkanmu lagi sebagai tersangka, bahkan lebih jauh lagi mengeluarkan surat penahanan. Ya sudah, hadapi sajalah," tambah mantan politisi Partai Golkar itu.

Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, sebelumnya berencana untuk meminta perlindungan Presiden jika KPK tetap memanggil paksa kliennya. Menurut dia, pemeriksaan kliennya oleh penegak hukum seharusnya mengantongi izin presiden.

Tak hanya Presiden, Fredrich saat itu juga berencana meminta perlindungan TNI dan Polri.

Terkait hal tersebut, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan pihaknya tak akan memberi perlindungan.

"Mana bisa saya melindungi," kata Gatot.

Dalam kasus yang menjeratnya, Novanto bersama sejumlah pihak diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga telah dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Saat ini, Novanto sudah berstatus tahanan KPK meski Novanto masih dirawat di rumah sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com