Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berita Populer: Akhir Kebohongan Dwi Hartanto dan Aditya Moha Menyuap Demi Ibu

Kompas.com - 09/10/2017, 06:52 WIB

PALMERAH, KOMPAS.com - Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral asal Indonesia yang sedang kuliah di Universitas Teknik Delft, Belanda, akhirnya mengakhiri kebohongannya terkait berbagai prestasi gemilang yang pernah ia klaim. Pria yang sempat dijuluki "The Next Habibie" ini ternyata menciptakan beberapa kebohongan terkait prestasinya.

Berita terkait Dwi Hartanto ini mengejutkan seantero negeri ini. Ada pula berita terkait seorang dokter yang enggan membayar uang parkir Rp 5.000 hanya gara-gara merasa tak perlu membayar uang parkir karena mobil yang ia bawa berpelat TNI, padahal ia sendiri bukan anggota TNI. 

Bagi Anda yang tak sempat mengikuti perkembangan pemberitaan kemarin, jangan lewatkan 5 berita populer pilihan redaksi berikut ini. Update informasi Anda dengan berita pilihan Kompas.com berikut ini, jangan sampai belum pernah membaca sebelumnya. 


1. Dwi Hartanto, "The Next Habibie", Akhiri Kebohongan Besarnya

Akhir tahun 2016 silam, tepatnya 17-24 Desember 2016, lebih dari 40 orang peneliti diaspora yang mengajar dan meneliti di berbagai negera datang ke acara Visiting World Class Professor.

Acara itu diselenggarakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bekerjasama dengan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional.

Salah satu peserta adalah Dwi Hartanto. Ia juga disebut sebagai “Penerus Habibie”, Presiden Ke-3 Indonesia dan tokoh besar dalam bidang teknologi. Tapi ternyata semua yang dikatakan Dwi dalam berbagai kesempatan cuma klaim.

Melalui klarifikasi dan permohonan maaf yang diunggah di situs Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Delft, Dwimemberikan klarifikasi soal sejumlah klaimnya.

Ia mengatakan, ia bukan lulusan Tokyo University, tetapi Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta dengan Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri.

Baca selengkapnya di sini. 

 

2. Penganiaya Petugas Parkir Anggap Mobil Berpelat TNI Tak Bayar Parkir

Tersangka pelaku penganiayaan terhadap seorang petugas parkir di Mal Gandaria City di Jakarta Selatan menganggap mobil berpelat TNI tidak perlu membayar parkir. Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Iwan Kurniawan menyatakan, anggapan itulah yang membuat tersangka yang diketahui bernama Anwari itu cekcok dengan petugas parkir hingga berujung penganiayaan.

"Yang bersangkutan merasa kalau menggunakan mobil dinas berpelat TNI tidak perlu membayar parkir. Karena yang bersangkutan memiliki pengetahuan jika itu ada Perda-nya," kata Iwan di Mapolsek Metro Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu (8/10/2017).

Mobil berpelat TNI yang digunakan Anwari saat kejadian adalah mobil dinas istrinya. Istri Anwari merupakan seorang dokter di RSPAD Gatot Soebroto.

Seperti istrinya, Anwari juga berprofesi sebagai dokter dan pernah bertugas di RSPAD.

Baca selengkapnya di sini. 

Baca juga: Takut Ditembak, Petugas Parkir Bersujud di Kaki Pelaku Penganiayaan

3. Demi Ibu, Politisi Golkar Suap Kepala Pengadilan Tinggi Manado

Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Moha (tengah) berjalan keluar menggunakan rompi tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/10) dini hari. KPK melakukan penahanan usai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dan Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Moha atas kasus dugaan suap hakim untuk mengamankan putusan banding Marlina Moha yang merupakan ibu dari Aditya Moha. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/wsj/17.ANTARA FOTO/Rosa Panggabean Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Moha (tengah) berjalan keluar menggunakan rompi tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/10) dini hari. KPK melakukan penahanan usai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dan Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Aditya Moha atas kasus dugaan suap hakim untuk mengamankan putusan banding Marlina Moha yang merupakan ibu dari Aditya Moha. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/wsj/17.
Anggota DPR RI Komisi XI Aditya Anugrah Moha bersama dengan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado, Sulawesi Utara, Sudiwardono ditetapkan sebagai tersangka kasus suap.

Suap diduga telah diberikan Aditya kepada Sudiwardono untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow. Terdakwa dalam kasus itu adalah Marlina Moha Siahaan yang merupakan mantan Bupati Boolang Mongondow dua periode 2001-2006 dan 2006-2011. Marlina merupakan ibu dari Aditya.

Politisi muda Golkar itu mengakui, dia menyuap Sudiwardono yang juga Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara Marlina Moha Siahaan demi membebaskan sang ibu dari kasus itu.

"Saya berjuang, saya berusaha maksimal demi nama baik seorang ibu," kata Aditya di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/10/2017) dini hari.

Baca selanjutnya di sini. 

Baca juga: Suap kepada Ketua Pengadilan Tinggi Manado untuk Dua Kepentingan 

4. Lagi, Soekarno-Hatta Duduk di Peringkat 7 Bandara Paling Terkoneksi di Dunia

Papan petunjuk di Terminal 3 Ultimate, Bandara Internasional Soekarni-Hatta tertulis dalam 5 bahasa untuk memudahkan penumpang, Kamis (27/04/2017).KOMPAS.COM/Alek Kurniawan Papan petunjuk di Terminal 3 Ultimate, Bandara Internasional Soekarni-Hatta tertulis dalam 5 bahasa untuk memudahkan penumpang, Kamis (27/04/2017).
Bandara Internasional Soekarno-Hatta kembali menempati peringkat ke-7 dunia bandara paling terkoneksi berdasarkan data Top 50 Megahubs International Index 2017.

Indeks tersebut dirilis oleh perusahaan yang berbasis di UK, Air Travel Intelligence dengan menggunakan basis data international seat capacity sejak Juli 2016 hingga Juli 2017.

Bandara Internasional Soekarno-Hatta mendapat nilai indeks konektivitas 256 atau hanya terpaut 1 poin dari Bandara Internasional Changi, Singapura, yang meraih nilai 257.

Nilai indeks itu menggambarkan bahwa di Bandara Internasional Soekarno-Hatta terdapat sekitar 35.000 kemungkinan konektivitas internasional dalam 1 hari.

Baca selengkapnya di sini. 

5. Jangan Salah, Manusia Prasejarah Sudah Paham Bahaya Perkawinan Sedarah

Salah satu makam Sunghir, RusiaWikipedia Salah satu makam Sunghir, Rusia
Manusia prasejarah ternyata sudah memiliki pengetahuan akan bahaya perkawinan sedarah.

Sebuah penelitian mengungkapkan bagaimana nenek moyang kita 34.000 tahun yang lalu mengembangkan jaringan sosial dan perkawinan yang canggih, dan dengan sengaja mencari pasangan di luar keluarga mereka.

Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science ini meneliti informasi genetik dari sisa-sisa manusia modern yang hidup selama masa periode Palaeolitik Atas, sebuah periode ketika manusia modern dari Afrika pertama kali menjelajah Eurasia barat.

Hasil menunjukkan jika orang pada masa itu dengan sengaja mencari pasangan di luar keluarga dekat mereka, dan mungkin terhubung ke jaringan kelompok yang lebih luas dari tempat pasangan yang dipilih agar tidak terjadi perkawinan sedarah.

Baca selengkapnya di sini. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com