Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Masih Tunggu Laporan Analisis PPATK Terkait Asma Dewi

Kompas.com - 12/09/2017, 18:36 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, saat ini penyidik masih menunggu laporan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening tersangka ujaram kebencian, Asma Dewi.

Dari informasi yang didapatkan Polri, Dewi mentransfer uang sebesar Rp 75 juta ke rekening anggota kelompok Saracen.

"Nanti kita tahu aliran dana ke mana, akan menjangkau siapa jadi tersangka dan siapa jadi saksi," ujar Setyo di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/9/2017).

Baca: Siapa Asma Dewi, Ibu Rumah Tangga yang Transfer Rp 75 Juta ke Saracen?

Setelah mendapatkan LHA tersebut, penyidik bisa mengembangkan perkara Dewi.

Pengembangan itu untuk mengetahui soal peran Dewi, apakah termasuk anggota Saracen atau sebagai pihak pemesan.

"Nanti Polri mempunyai info yang akan dinerikan sesuai hasil LHA. Akan kita tunggu kalau sudah ada dari PPATK," kata Setyo.

Selain itu, polisi juga belum mendapatkan hasil analisis dari 14 rekening yang sebelumnya telah diserahkan ke PPATK.

Dari keempat belas rekening tersebut, diduga terjadi transaksi pemesanan konten Saracen.

Baca: Polisi Telusuri Aliran Rekening Saracen 3 Tahun ke Belakang

Sebelumnya, polisi telah menetapkan empat pengurus Saracen, yakni JAS, MFT, SRN, dan AMH sebagai tersangka.

Kelompok Saracen menetapkan tarif sekitar Rp 72 juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak.

Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan.

Biaya tersebut meliputi biaya pembuatan website sebesar Rp 15 juta, dan membayar sekitar 15 buzzer sebesar Rp 45 juta per bulan.

Ada pula anggaran tersendiri untuk Jasriadi selaku ketua sebesar Rp 10 juta.

Selebihnya, biaya untuk membayar orang-orang yang disebut wartawan. Para wartawan itu nantinya menulis artikel pesanan yang isinya juga diarahkan pemesan.

Media yang digunakan untuk menyebar konten tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.

Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.

Kompas TV Benarkah ada sejumlah tokoh dan purnawirawan turut terlibat?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com