Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar Jelaskan Alasan Lulusan IPB Banyak Kerja di Bank

Kompas.com - 07/09/2017, 05:49 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa pasrah disindir Presiden Joko Widodo lantaran banyak lulusan IPB yang justru bekerja di sektor perbankan.

Jokowi menyindir banyaknya sarjana pertanian yang bekerja di sektor perbankan dalam Sidang Terbuka Dies Natalis IPB ke-54 di Kampus IPB, Bogor, Rabu (6/9/2017). Menanggapi sindiran Presiden Jokowi, Dwi pun tidak membantahnya.

"Ya, memang kenyataannya seperti itu. Dulu saja waktu di (angkatan) kami, 50 persen lebih kerja di perbankan," ujar Dwi saat dihubungi Kompas.com, Rabu.

"Itu sekitar tahun 1985-1986. Jadi berlangsungnya sudah lama," ucap Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) itu.

Ketika itu, lanjut Dwi, banyak bank membuka lowongan pekerjaan besar-besaran. Maka dari itu, banyak sarjana pertanian yang memilih meninggalkan ladang.

Akan tetapi kondisi ini, kata dia, tidak hanya terjadi untuk lulusan IPB saja. Banyak jebolan kampus lain yang juga akhirnya bekerja tidak di sektor pertanian. Kondisi sekarang, menurut dia, tak jauh berbeda.

(Baca: Jokowi Sindir Lulusan IPB Banyak Kerja di Bank, Jadi Petani Siapa?)

Kebijakan pertanian

Meskipun bekerja di perbankan diakui relatif lebih menjanjikan, menurut Dwi, tidak menariknya sektor pertanian bagi sarjana muda utamanya disebabkan karena kebijakan pemerintah itu sendiri.

"Sektor pertanian terutama tanaman pangan seolah-olah untuk mendukung sektor yang lainnya, sehingga harga pangan ini ditekan, diupayakan serendah mungkin," ucap Dwi.

Kebijakan harga di tingkat produsen yang rendah tersebut hanya menguntungkan sektor lain seperti jasa industri atau sektor jasa.

"Karena ditekan sedemikian rupa, makin lama pendapatan petani semakin tergerus. Ketika pendapatan petani semakin tergerus, usaha di sektor tanaman pangan semakin tidak menguntungkan, siapa yang tertarik?" ucap Dwi.

Contoh teranyar, menurut dia, kebijakan Menteri Perdagangan tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras berdasarkan zonasi. Dwi mengatakan, kebijakan tersebut berpotensi besar menekan kesejahteraan petani.

"Karena middle man tidak akan mau rugi. Kerugian akan ditransfer ke petani langsung, dengan cara apa? Menekan pembelian gabah di petani," kata Dwi.

Selain pricing policy, keterbatasan lahan juga menjadi salah satu disinsentif daya tarik sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com