Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Saracen Bisa Menggaet Ratusan Ribu Simpatisan?

Kompas.com - 29/08/2017, 19:55 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pegiat media sosial Fadlan Muzakki melihat, ada beberapa metode yang digunakan kelompok penyebar berita bohong (hoaks) Saracen dalam menggaet ratusan ribu simpatisan.

Pertama, kelompok atau produsen hoaks semacam Saracen ini membuat akun yang menarik minat target mereka. Misalnya, kata dia, produsen hoaks membuat akun dengan nama wanita dan foto yang sensual.

Fadlan menambahkan, mereka akan meminta pertemanan kepada target-target. Awalnya, akun-akun ini tidak langsung menyebarkan hoaks melainkan tautan atau unggahan yang berbau vulgar.

"Contoh, saya mau membidik pemuda-pemuda jomblo. Saya bikin aku cewek pakai foto cewek Thailand. Link yang disebar bokep-bokep. Bulan ini dapat pertemanan 500. Bulan depan sudah 5.000," kata Fadlan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (29/8/2017).

(Baca: Cerita Polri Ungkap Jaringan Saracen)

Fadlan mengatakan, biasanya orang-orang yang terpancing dengan permintaan akun vulgar semacam ini adalah orang-orang yang mudah terpengaruh.

"Kenapa (demikian)? (Bayangkan saja) Ada cewek cakep, pakai bikini, nge-add, langsung confirm kok. Enggak melihat latar belakangnya. Masa iya cewek cakep tiba-tiba mau nge-add langsung share yang kurang baik menurut saya," kata Fadlan.

Orang-orang seperti ini, kata dia, sangat mudah terprovokasi atau digiring opininya oleh kelompok penebar hoaks.

Kedua, metode yang dilakukan kelompok penebar hoaks adalah dengan masuk ke grup-grup yang sesuai dengan minat mereka. Misalnya, mereka masuk ke grup-grup yang anggotanya menjadi sasaran kampanye calon tertentu di Pilkada suatu daerah.

"Mereka aktif posting hal-hal yang sesuai permintaan kliennya," kata Fadlan.

(Baca: Jokowi: Saracen Mengerikan, Saya Perintahkan Kapolri Usut Tuntas)

Agar tidak mudah terpengaruh atau terjebak kelompok penebar hoaks, pengurus PPI Dunia ini mengatakan, netizen atau pengguna media sosial harus berani melaporkan apabila ada hal-hal yang dirasa tidak benar atau berbau SARA.

"Walaupun itu teman kita, laporkan ke Facebook, karena (yang dia sebar) itu bisa menimbulkan gesekan-gesekan yang menyebabkan perpecahan antar teman, bangsa, persaudaraan," kata Fadlan.

Dia juga menyarankan apabila menemukan teman di media sosial yang sering menyebarkan berita bohong, sangat disarankan untuk tidak dikomentari.

"Karena kalau dikomentari, mereka malah senang. Seperti Saracen ini, kalau banyak komentar, maka posting-an mereka malah akan muncul terus di beranda," imbuh Fadlan.

(Baca: Alasan Menkominfo Belum Blokir Situs Saracen )

Selain itu, dia menyarankan agar netizen di Indonesia bisa meningkatkan literasi dalam bermedia sosial. Saat ini sudah banyak jurnal yang bisa diunduh maupun dibaca yang terpercaya secara akademik dan internasional.

Apabila ingin melawan sebuah informasi hoaks (counter narration), disarankan untuk menggunakan jurnal-jurnal ilmiah.

Sebelumnya dikabarkan, Saracen telah eksis sejak November 2015. Mereka menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA. Media tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.

Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.

Kompas TV Benarkah ada sejumlah tokoh dan purnawirawan turut terlibat?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com