JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, dorongan masyarakat membuat Kepolisian RI akan bekerja lebih optimal dalam penanganan kasus Saracen.
Salah satunya dengan menambah jumlah penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
"Kalau ada dua atau tiga orang, akan ditambah. Apakah (diperbantukan) pakai unit lain atau dari mana," ujar Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/8/2017).
Sebab, kata Martinus, kasus Saracen tidak sesederhana yang dibayangkan. Kelompok tersebut membuat 800.000 akun di media sosial yang pelacakannya butuh waktu dan tenaga ekstra. Penyisiran harus dilakukan satu persatu di akun-akun yang rata-rata palsu tersebut.
"Akan optimal dengan menambah personel, kemudian komunikasikan dengan stakeholder, Kemenkominfo, operatornya, dan dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)," kata Martinus.
(Baca juga: PPATK: Kami Bisa Menelusuri Pengguna Jasa Kelompok Saracen)
Dalam kasus ini, polisi menetapkan JAS, MFT, dan SRN sebagai tersangka. Mereka menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA.
Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.
Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah. Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen.