Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pegawai Kemenkominfo Diancam Setelah Telegram Diblokir

Kompas.com - 29/07/2017, 19:48 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Henry Subiakto mengatakan bahwa ancaman sempat datang ke pihaknya pascapemblokiran aplikasi telegram beberapa waktu lalu.

Beberapa bentuk ancaman tersebut muncul melalui media sosial. Para pegawai Kemenkominfo diancam akan dibunuh

"(Mereka) menyebut bahwa (Kemenkominfo) itu musuh. Di situ disebut darahnya halal untuk dibunuh dan sebagainya, ancamannya seperti itu," Kata Henry di Universitas Pertamina, Jakarta, Sabtu (29/7/2017).

(baca: Jokowi: Pemblokiran Telegram Demi Keamanan Negara)

Namun, lanjut Henry, tidak diketahui ancaman tersebut berasal dari siapa. Menurut Henry, apa pun bentuknya, ancaman merupakan tindakan melawan hukum.

"Dia (pelaku) menakut-nakuti. Saya juga nggak tahu siapa yang buat, tapi yang jelas ada ancaman," kata dia.

Kemenkominfo memblokir aplikasi Telegram pada Jumat (14/7/2017). Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, penggunaan aplikasi Telegram cukup masif digunakan oleh kelompok teroris.

(baca: Kapolri: Telegram Dienkripsi dan Sulit Dideteksi)

Telegram memiliki sejumlah keunggulan yang dianggap menguntungkan bagi kelompok tersebut karena privasi penggunanya terjamin.

"Ini jadi problem dan jadi tempat saluran komunikasi paling favorit oleh kelompok teroris," ujar Tito di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Minggu (16/7/2017).

Tito mengatakan, anggota chat group di Telegram bisa mencapai 10.000 orang. Terlebih lagi, grup di aplikasi tersebut dienkripsi dan sulit dideteksi.

Telegram menjamin privasi penggunanya sehingga sulit disadap.

(baca: 17 Aksi Teror di Indonesia yang Memakai Telegram untuk Komunikasi)

Tito mengatakan, pemblokiran ini antara lain tindaklanjut permintaan Polri untuk mengatasi masalah tersebut.

Pemblokiran dilakukan setelah komunikasi yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap pihak Telegram tidak ditanggapi.

Belakangan, CEO Telegram, Pavel Durov menyampaikan permintaan maaf. Durov mengaku selama ini tidak tahu bahwa Kominfo telah berupaya menghubungi Telegram sejak 2016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com