JAKARTA, KOMPAS.com - Istana berharap pemblokiran layanan web milik aplikasi bernama Telegram bukan akhir cerita. Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo, pemerintah tetap berharap dicapai jalan tengah agar kepentingan perusahaan Telegram dan pemerintah Indonesia bisa sama-sama terakomodasi.
"Saya kira pasti ada jalan tertentu yang dicari. Jalan tengahlah," ujar Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/7/2017).
Pasalnya, perusahaan Telegram sudah meminta maaf kepada pemerintah Indonesia. Mereka pun berkomitmen menjalin komunikasi aktif dengan pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi imbas negatif aplikasinya.
Oleh sebab itu, lanjut Johan, kemungkinan untuk membuka kembali babak baru hubungan Indonesia dengan perusahaan Telegram dapat terwujud.
(Baca: Jokowi: Pemblokiran Telegram Demi Keamanan Negara)
"Bisa saja dibangun kembali atau diselesaikan persoalan pemerintah kepada Telegram. Poinnya kan sebenarnya cuma satu, yakni keamanan negara," ujar Johan.
"Nah, bagaimana jalan tengahnya? Saya kira sekarang ini sedang dibahas antara pemerintah, dalam hal ini Menteri Kominfo dengan pihak Telegram," lanjut dia.
Diberitakan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika mengumumkan telah memblokir layanan web milik apikasi Telegram di Indonesia. Pemblokiran Telegram baru dilakukan di tingkat layanan web-nya saja, yakni sejumlah URL yang digunakan untuk mengakses Telegram dari peramban (browser) desktop maupun mobile.
Meski menuai protes, pemerintah tetap bersikukuh memblokir Telegram. Alasan pemblokiran Telegram oleh pemerintah adalah karena platform ini digunakan untuk berkomunikasi dan menyebarkan ajaran-ajaran teroris dan radikalisme.
(Baca: CEO Telegram Meminta Maaf ke Menkominfo, Untuk Apa?)
“Pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” ujar Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.
Presiden Joko Widodo turut memberikan penjelasan perlunya layanan pesan instan pesaing WhatsApp ini dihentikan penggunaannya di Indonesia. Menurut Jokowi, pemerintah sudah lama memantau media sosial Telegram sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan pemblokiran.
Hasil dari pantauan tersebut menunjukkan bahwa Telegram kerap digunakan oleh teroris untuk berkomunikasi. Ada ribuan konten dalam Telegram yang dapat dikategorikan mengganggu keamanan negara.