Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SETARA Institute Anggap Pencegahan Terorisme Perlu Diperluas

Kompas.com - 10/07/2017, 20:20 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - SETARA Institute mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera menuntaskan pembahasan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Ketua SETARA Institute Hendardi menyampaikan, RUU Anti-terorisme perlu segera dirampungkan guna memperkuat konsep preventive justice (keadilan preventif).

"Dan itu adalah cara negara mendukung pemberantasan terorisme secara lebih genuine," kata Hendardi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (10/7/2017).

Dia juga menyampaikan, Presiden RI Joko Widodo dan DPR sebagai otoritas legislasi juga harus memastikan bahwa fokus dari revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 itu ada pada penguatan kewenangan aparat untuk pencegahan.

"Kami mendukung, RUU ini memang mesti dipercepat. Tetapi, tentu saja dengan satu akuntabilitas yang bisa dipertanggungjawabkan," kata Hendardi.

Preventive justice

Dalam diskusi tersebut, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menyebut, sistem kriminal pidana atau criminal justice system sudah tidak sesuai lagi untuk pemberantasan terorisme.

Sebab, kelemahan dari sistem ini adalah sebuah tindak kriminal baru bisa dipidana jika perbuatan sudah terjadi. Dengan kata lain, aparat penegak hukum baru bertindak apabila sudah terjadi suatu perbuatan.

(Baca: Ditjen Imigrasi: 83 WNI Masuk DPO ISIS, 18 Orang Lainnya DPO Terorisme)

Hal ini menjadi perhatian banyak negara, karena perbuatan teror dengan kekerasan seringkali berujung pada jatuhnya korban.

Di Indonesia sendiri, kata Choky - sapaan Bonar, sudah banyak korban dari warga biasa dan aparat keamanan.

Atas dasar itulah, dalam RUU Anti-terosisme yang sedang digodok perlu pendekatan baru yaitu enhanced criminal justice system atau sistem kriminal pidana yang diperluas.

"Beberapa negara seperti Inggris dan Australia dalam Undang-undangnya mengadopsi pendekatan preventive justice," imbuh Choky.

(Baca: RUU Anti-terorisme, DPR dan Pemerintah Sepakat TNI Dilibatkan)

Salah satu bentuk kontroversial dari sistem ini adalah pre-trial detention atau penangkapan pra proses pengadilan, di mana aparat keamanan diberi kewenangan untuk menahan seseorang terduga teroris dalam kurun waktu tertentu, atau terhadap orang yang potensial melakukan kekerasan.

Selama masa penahanan tersebut, juga dilakukan penyelidikan terhadap jaringan orang tersebut tanpa harus diproses hukum ke pengadilan.

Kompensasi bila tak terbukti

Namun, meski bentuknya pre-trial detention, seseorang yang dinyatakan terduga teroris terebut tetap harus memperoleh akses bantuan hukum didampingi pengacara dan tidak boleh mengalami penyiksaan.

Choky menambahkan, yang bersangkutan juga berhak mendapat kompensasi apabila selama kurun waktu tertentu itu tidak diperoleh bukti-bukti yang cukup.

"Kerja aparat keamanan dalam masa pre-trial detention itu juga mendapat pengawasan ketat dari Komisi Independen yang dibentuk untuk itu," pungkas Choky.

Kompas TV Deteksi Dini Ancaman Serangan Teror dan Radikalisme (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com