Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Disarankan Tunda Proses Rekrutmen Hakim

Kompas.com - 30/06/2017, 16:51 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rekrutmen hakim pengadilan yang rencananya akan dilaksanakan pada pertengahan Juli 2017, disarankan agar ditunda.

Pengamat Hukum Tata Negara, Oce Madril mengatakan, sedianya Mahkamah Agung (MA) sebagai penyelenggara menunggu Undang-Undang Jabatan Hakim disahkan.

Saat ini, RUU Jabatan Hakim sedang dibahas di DPR.

"Menurut saya, MA harus menunda proses seleksi," kata Oce saat dihubungi, Jumat (30/6/2017).

(baca: MA: Rekrutmen Hakim Dimulai Pertengahan Juli)

Proses seleksi hakim digelar sehubungan terbitnya Peraturan MA (Perma) Nomor 2 Tahun 2017 yang berisi tentang pelaksanaan pengadaan hakim secara internal.

Selain itu, permintaan MA disetujui oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait formasi hakim.

Adapun kuota yang telah mendapat persetujuan Kemenpan RB sebanyak 1.684 hakim.

Pada prosesnya nanti, penerimaan calon hakim yang akan dilaksanakan pada pertengahan Juli 2017, menggunakan prosedur Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Artinya, seleksi dilakukan terbuka seperti seleksi CPNS.

(baca: MA Disarankan Libatkan Publik dalam Rekrutmen Hakim)

Menurut Oce, hakim bukanlah pejabat pemerintah, melainkan pejabat negara. Oleh karena itu, menjadi kurang pas jika proses seleksinya dilaksanakan seperti seleksi CPNS.

"Dasar hukumnya belum jelas. Hakim sebagai pejabat negara belum ada aturan rinci tentang mekanisme seleksinya. Tidak bisa menggunakan sistem PNS, itu melanggar hukum," kata Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Oce menambahkan, RUU Jabatan Hakim masuk ke dalam prioritas pembahasan karena merupakan inisiatif DPR.

Ia mengaku, optimistis jika akhir tahun ini RUU jabatan hakim akan selesai dibahas. Maka dari itu, sedianya MA menunda proses rekrutmen tersebut.

"Setelah itu, MA bisa lakukan seleksi. Dengan sistem baru menurut undang-undang Jabatan Hakim, maka seleksi Hakim akan lebih terjamin secara hukum dan aspek-aspek transparansi, akuntabilitas, serta integritas akan lebih terjamin," kata Oce.

Sementara itu, Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP ), Liza Fariha, meminta MA kembali melihat data terkait beban perkara di pengadilan tingkat pertama dan membandingkannya dengan jumlah hakim yang ada.

Sebab, kata Liza, berdasarkan riset yang dilakulan pihaknya diketahui bahwa beban perkara dengan jumlah hakim tingkat pertama masih cukup proporsional.

"MA perlu melihat lagi apakah benar dengan beban perkara di pengadilan tingkat pertama saat ini diperlukan rekrutmen Hakim?" kata Liza saat dihubungi, Rabu (28/6/2017).

Jikapun MA tetap ingin membuka rekrutmen, Liza menyarankan agar MA melibatkan publik dalam proses seleksi. Melalui cara ini akan ada kontrol yang lebih baik.

Harapannya, peserta yang lolos seleksi merupakan hakim yang beritegritas dan berkualitas.

"Jangan sampai transparansi dan keterbukaan yang dimaksud cuma sebatas mengumumkan semua tahapan seleksi," kata Liza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Nasional
Momen Jokowi 'Nge-Vlog' Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Momen Jokowi "Nge-Vlog" Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Nasional
Refleksi Hari Pancasila, Mahfud Harap Semua Pemimpin Tiru Bung Karno yang Mau Berkorban untuk Rakyat

Refleksi Hari Pancasila, Mahfud Harap Semua Pemimpin Tiru Bung Karno yang Mau Berkorban untuk Rakyat

Nasional
Singgung Kesejarahan Ende dengan Bung Karno, Megawati: Pancasila Lahir Tidak Melalui Jalan Mudah

Singgung Kesejarahan Ende dengan Bung Karno, Megawati: Pancasila Lahir Tidak Melalui Jalan Mudah

Nasional
Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Nasional
 Jokowi Targetkan Blok Rokan Produksi Lebih dari 200.000 Barel Minyak per Hari

Jokowi Targetkan Blok Rokan Produksi Lebih dari 200.000 Barel Minyak per Hari

Nasional
Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

Nasional
Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI

Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI

Nasional
Antam Pastikan Keaslian dan Kemurnian Produk Emas Logam Mulia

Antam Pastikan Keaslian dan Kemurnian Produk Emas Logam Mulia

Nasional
Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Nasional
Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK, PDI-P: Banyak yang Kita Tak Tahu 'Track Record' Pemberantasan Korupsinya

Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK, PDI-P: Banyak yang Kita Tak Tahu "Track Record" Pemberantasan Korupsinya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com