Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Rasa Mudik Raya Kita

Kompas.com - 23/06/2017, 12:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho
Makhluk hidup pada ghalibnya, memiliki kecenderungan kembali ke tempat ia bermula selaku ciptaan. Sebagaimana jamak kita temukan dalam kehidupan manusia--sejak awal kehadirannya di bumi, hingga hari ini.
 
Sementara di sisi lain, ada juga golongan manusia yang gemar mengembara. Ke mana pun kakinya menuju, ke situlah pula tujuan dipatri. Bagi para pengembara, tujuan adalah titik tolak selanjutnya.
 
Mengembara dan kembali ke rumah, dapatlah kiranya disebut kodrat alami manusia.
 
Kita lahir ke dunia sebagai perantau dari surga yang tak tepermanai. Tak aneh bila dalam setiap peradaban, bermunculan adagium: Kembali ke akar. Kembali ke asal muasal kejadian.
 
Para pengembara, menjadikan dunia sebagai tempat perantauan, sebelum kembali ke haribaan Hyang Maha Esa.
 
Masyarakat Nusantara kuno menyebutnya "Hompimpah alaium gambreng." Dalam khazanah Sunda dikenal istilah, "Mulih ka jati mulang ka asal." Muslim sedunia mengenalnya dengan kaidah, "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un." (QS. al-Baqarah [2]: 156). Semua bermakna sama: Dari tuhan kembali ke tuhan."
 
Bangsa Nusantara, dengan segala keunikan dan kelebihannya tinimbang bangsa lain, memang terkenal sebagai pecinta tanah kelahiran sekaligus pengembara sejati. Sebuah kondisi yang paradoks sekali.
 
Anak-anak negeri Khatulistiwa sulit dipisahkan dari kampung halamannya. Maka wajar bila orang Minang punya pedoman, "Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung." Kita terbiasa melatih diri hidup di mana pun, dalam kondisi apa saja.
 
Khusus saudara kita yang berasal dari Tatar Sunda, lain lagi ceritanya.
 
Mereka ini terkenal sulit memisahkan diri dari puak. Tanah bagi mereka, cinta. Air mereka mewujud rindu. Tanahnya memikat hati. Airnya terjun (curug) bebas dari puncak-puncak gunung tinggi.
 
Tuhan memanjakan mereka dengan kesejukan, kesuburan tanah, udara yang dingin, dan sumber air panas.
 
Bahkan mereka terampil memilih dedaunan tuk dilahap mentah-mentah. Perpaduan ajaib itulah yang membuat urang Sunda sukar mendustakan nikmat tuhan.
 
Kembali ke Diri
Ketika kita kembali menyambangi kampung halaman, sejatinya kita bukan sedang menengok masa lalu. Apalagi terdampar di kenangan yang berujung nostalgia semu. Lebih dari itu, kita sedang berhadapan dengan kenyataan hidup yang tak bisa dibebat ragu.
 
KRISTIANTO PURNOMO Pemudik antre menunggu masuk ke kapal Ro-Ro saat puncak arus mudik di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, Jumat (23/6/2017). Pelabuhan Merak menargetkan 1.438.550 orang akan menyeberangi lintasan Merak-Bakauheni selama Lebaran tahun ini. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Dulu ketika masih di kampung, barangkali kita bukan siapa-siapa. Belum jadi apa-apa di masyarakat.
 
Bagaimana dengan saat ini? Semoga sudah sebaikbaik manusia yang manfaat.
 
Perenungan tersebut bisa saja terjadi pada siapa pun di antara kita. Setidaknya, nilai misteri hidup telah terkuak pada usia kita yang kiwari. Padahal posisi yang sekarang kita singgahi, kala itu masih samar adanya.
 
Setelah apa yang kita capai kini, mencuatlah sebentuk kesadaran yang tersusun berdasar rangkaian perjalanan panjang di belakang sana. Pelahan namun pasti, hidup mulai membuka tabirnya yang hakiki.
 
Mudik ke kampung, seyogyanya bukan melulu soal ajang unjuk keberhasilan-kesohoran. Melainkan sebagai wahana napak tilas riwayat hidup sendiri--bahwa kita pernah jadi bagian dari keramah-tamahan desa, keharmonisan alam dan manusia, keindahan berbagi kebahagiaan panen, bergotong-royong, jujur bertutur, serta menenggang rasa.
 
Sementara di Jakarta, dan kota besar mana pun di dunia, semua itu tinggal jadi dongeng dalam buku pelajaran, dan artefak kaum urban.
 
Jadi jangan biarkan generasi pelanjut kita terlena dalam hidup yang serba artifisial. Palsu. Ambigu.
 
Kelentingan ritus mudik dalam Islam, sebenarnya membawa berkah bagi penganut agama lain.
 
Mereka juga tergerak mudik ke kampung masing-masing. Menuai untung dari libur panjang lebaran. Menjumpai handai taulan nun di ufuk harapan.
 
Mudik juga mengajari kita arti penting perpisahan dan perjumpaan yang berkelindan. Rindu yang menggunung, jadi penawar pilu berdaun-daun--hidup di kota yang getun.
 
Kita perlu menggali lebih dalam harta karun peradaban manusia yang terpendam. Keadaban luhur yang pernah ada, bukan hilang sama sekali. Justru kita membiarkannya teronggok dalam diri sendiri--yang kian terombang-ambing bersama ayunan sejarah dunia modern.
 
Selamat bermudik raya. Jumpa lah lagi kita pada Ramadhan tahun depan. Semoga lebaran tiba di kampung halaman. 
 
Ren Muhammad, 27 Ramadhan 1438 H
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com