Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Terdakwa Kasus E-KTP Juga Dituntut Bayar Uang Pengganti

Kompas.com - 22/06/2017, 14:45 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Jaksa juga berkeyakinan bahwa keduanya ikut mendapat keuntungan dari hasil korupsi.

Untuk itu, selain tuntutan pidana penjara, jaksa KPK juga menuntut kedua terdakwa, Irman dan Sugiharto, agar membayar uang pengganti sesuai jumlah keuntungan yang diterima masing-masing.

"Bahwa tujuan uang pengganti adalah untuk mengembalikan kerugian keuangan negara," ujar jaksa KPK saat membaca pertimbangan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/6/2017).

(Baca: Dua Terdakwa Kasus E-KTP Dituntut 7 Tahun dan 5 Tahun Penjara)

Menurut jaksa, dalam kasus ini Irman diperkaya sebesar 573.700 dollar AS, Rp 2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura. Sementara, Sugiharto diperkaya sebesar 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.

Namun, dalam proses penyidikan kedua terdakwa telah menyerahkan sebagian keuntungan yang mereka terima kepada KPK. Beberapa aset dan uang yang terdakwa telah dikirimkan ke rekening KPK.

Menurut jaksa, Irman telah menyerahkan 300.000 dollar AS dan Rp 57 juta. Setelah dikurangi dengan total penerimaan, maka Irman harus membayar uang pengganti sebesar 273.700 dollar AS, Rp 2,4 miliar dan 6.000 dollar Singapura.

Apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang pengganti tidak dibayar, maka harta benda milik Irman akan disita. Namun, apabila harta tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara selama 2 tahun.

(Baca: Jaksa KPK Yakin Gamawan Fauzi Terima Uang Korupsi E-KTP)

Sementara itu, Sugiharto dalam proses penyidikan telah menyerahkan uang Rp 270 juta dan satu unit mobil Honda Jazz kepada KPK.

Menurut jaksa, uang-uang yang diterima Sugiharto juga sebagian sudah diberikan kepada pihak lain seperti pengacara Hotma Sitompoel dan anggota DPR Markus Nari.

Dengan demikian, uang yang telah beralih tersebut beralih juga pertanggungjawabannya.

Dalam surat tuntutan, Sugiharto dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta. Apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang pengganti tidak dibayar, maka harta benda milik Sugiharto akan disita.

Namun, apabila harta tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara selama 1 tahun.

Kompas TV Setya Novanto Menjawab - AIMAN (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com