Bagi Ceudah, yang menarik saat awal sekolah di sana adalah proses adaptasinya. Karena sistem pendidikan di Amerika Serikat berbeda dari sistem pendidikan di Indonesia.
"Karena sistem pendidikan di AS itu moving class, jadi kalau mau berteman tidak semudah di Indonesia yang kenal semua karena satu kelas," kata dia.
"Di sana memang kita harus datang ke mereka memperkenalkan diri. Kalau misalnya kita diam saja, mereka tidak akan peduli. Tetapi maksudnya bukan mereka benar-benar tidak peduli. Mereka hanya tidak kenal kita," kata Ceudah.
Gadis yang sehari-hari mengenakan jilbab ini tidak merasa kesulitan dalam beribadah.
Misalnya, ketika hendak shalat dzuhur, Ceudah diperkenankan oleh pihak sekolah untuk menggunakan salah satu ruangan untuk sembayang, setelah meminta izin terlebih dahulu kepada counselor.
Ceudah merasa masyarakat di daerah tempat tinggalnya juga tidak menunjukkan gejala-gejala Islamophobia.
Namun, di daerah lain, dia mengakui ada segelintir orang yang masih menampakkam gejala-gejala tersebut.
"Di daerah Ceudah tidak ada, kayaknya mereka sudah mengerti. Cuma ada beberapa orang yang kadang termakan media, underestimate, tidak mengerti tetapi judging," kata dia.
"Tetapi Ceudah banyak berinteraksi dengan orang, dan mereka tahu kalau tragedi (teror) itu, orangnya yang salah. Bukan tentang agamanya. Menurut Ceudah, bahkan kalau dia tidak ada agama atau dia Atheist pun kalau mau berbuat jahat, ya berbuat jahat saja," ucapnya.
Sementara itu, kegiatan yang menurutnya menyenangkan ketika di luar sekolah adalah mengikuti organisasi, seperti MAYC atau the Mayor's Youth Advisory Council.
Ceudah mengatakan, organisasi ini dipegang langsung oleh Wali Kota Kendallville, dan di dalamnya para pemuda bisa berinteraksi langsung dengan wali kota mereka.
"Kayaknya itu bagus diterapkan di Indonesia, di mana pemimpin langsung berinteraksi dengan pemuda dan membuat hal-hal baru, proyek baru. Menurut Ceudah, memang pemuda itu belum cukup pengalaman dalam andil pemerintah. Tetapi kalau organisasi seperti itu, mereka bisa memberikan ide dan mendapat pengalaman," katanya.
Dari pengalamannya mengikuti program pertukaran pelajar ini, Ceudah merasa mendapat banyak pelajaran dan pengalaman berharga. Kepemimpinan, kemandirian, budaya, saling menghargai perbedaan.
Diterima di lingkungan yang mayoritas berbeda membuat Ceudah belajar untuk menunda menghakimi orang lain.
"Tunda judging. Kalau kita ketemu orang jangan langsung judging. Tunda dulu dan mengerti dulu. Karena orang itu berbeda-beda dan setiap orang punya sisi baik dan buruk. Dan kadang orang tidak seperti apa yang terlihat," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.