Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Beban Negara jika Pimpinan MPR, DPR dan DPD Ditambah 10 Orang

Kompas.com - 26/05/2017, 11:31 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kursi Pimpinan MPR, DPR dan DPD diusulkan ditambah dalam pembahasan Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).

Dalam usulan terbaru, Pimpinan DPR ingin ditambah menjadi 7 kursi (bertambah 2 kursi), Pimpinan MPR menjadi 11 kursi (bertambah 6 kursi), dan Pimpinan DPD menjadi 5 kursi (bertambah 2 kursi).

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, usulan tersebut mempertontonkan MPR, DPR dan DPD yang sangat terobsesi akan kekuasaan.

Ia mengatakan, jika direalisasi, usulan tersebut tentu akan memunculkan beban anggaran yang besar.

"Ngapain untuk urusan sebagai wakil lembaga dan speaker lembaga, perlu begitu banyak orang? Padahal, elemen yang bekerja nyata untuk membuat kebijakan itu ada pada komisi dan alat kelengkapan lain," kata Lucius melalui pesan singkat, Kamis (25/5/2017).

(baca: Badan Legislasi DPR: Penambahan Jumlah Pimpinan DPD untuk Rekonsiliasi)

Sebab, kata Lucius, fungsi pimpinan itu utamanya mewakili lembaga dalam relasi dengan lembaga lain dan juga menjadi speaker untuk menyampaikan sikap atau keputusan lembaga.

Dengan fungsi seperti itu, mestinya tak masuk akal jika kursi pimpinan dijejali oleh banyak manusia sebagaimana diusulkan oleh DPR saat ini.

Direktur Eksekutif Indonesia Budgeting Center, Roy Salam, memaparkan data terkait gaji dan fasilitas Pimpinan MPR, DPR dan DPD yang harus ditanggung APBN jika jadi ditambah.

(baca: Kritik Rencana Penambahan Kursi Pimpinan, Marzuki Alie Sebut DPR Tamak)

Roy mengungkapkan, gaji seorang wakil ketua alat kelengkapan Dewan (AKD), termasuk Pimpinan DPR, mencapai Rp 59,04 juta. Itu merupakan take home pay Wakil Ketua DPR, MPR, dan DPD.

Jika Pimpinan MPR bertambah enam orang, maka per bulannya negara harus menganggarkan tambahan anggaran Rp 354,26 juta, dan per tahunnya harus menganggarkan Rp 4,25 miliar.

Jika Pimpinan DPR bertambah dua orang, maka per bulannya negara harus menganggarkan tambahan Rp 118,08 juta, dan per tahunnya Rp 1,42 miliar. Angka sama untuk penambahan dua pimpinan  DPD.

Maka per tahunnya, negara harus mengeluarkan anggaran sebesar Rp, 7,79 miliar untuk gaji 11 Pimpinan MPR, Rp 4,96 miliar untuk tujuh Pimpinan DPR, dan Rp 3,54 miliar untuk lima Pimpinan DPD.

(baca: Marzuki Alie: Aneh-aneh Saja, Malu Kita sebagai Rakyat Punya Wakil seperti Itu!)

Totalnya, negara haru merogoh kocek Rp 16,29 miliar hanya untuk gaji Pimpinan MPR, DPR, dan DPD per tahun.

Padahal, ada 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD yang juga harus dibayar gajinya oleh negara, dan juga masih banyak program MPR, DPR, dan DPD yang harus ditanggung negara.

Gaji tersebut di luar dari fasilitas tambahan yang diterima Pimpinan MPR, DPR, dan DPD berupa mobil dinas dan sopir beserta pengawalannya.

Selain itu, rumah dinas, ruang kerja beserta fasilitasnya, staf khusus, serta tenaga ahli yang juga harus digaji.

(baca:DPR Seharusnya Malu Minta Tambahan Kursi Pimpinan)

Mobil dinas yang digunakan Pimpinan DPR sama standarnya seperti yang digunakam para menteri, yakni Toyota Crown Royal Saloon. Harga mobil tesebut sekitar Rp 1,3 miliar.

Jika ada enam pimpinan baru MPR, dua Pimpinan baru DPR, dan dua Pimpinan baru DPD, maka negara harus menyediakan anggaran sekitar Rp 13 miliar hanya untuk kendaraan dinas mereka.

Terlebih, lanjut Lucius, penambahan jumlah pimpinan parlemen justru lebih memperumit kerja legislatif, khususnya dalam pengambilan keputusan.

Ia mengatakan, jumlah pimpinan yang banyak bukannya akan memberikan kemudahan dalam membuat keputusan, tetapi justru akan lebih sering menjadi penghambat.

Dalam proses yang rumit itu, justru peluang bagi terpeliharanya budaya transaksional menjadi lebih mungkin terjadi. Sebab, jika pengambilan keputusan kian sulit, maka transaksi merupakan jawaban.

"Ini merupakan ekspresi dari budaya koruptif yang kental di DPR. Korupsi itu biasanya muncul pada institusi yang suka bekerja tidak efektif dan efisien. Dengan memelihara sistem yang tidak efektif dan tidak efisien melalui banyaknya pimpinan itu," papar Lucius.

"DPR membenarkan bahwa mereka merupakan perawat setia perilaku korupsi. Inefisiensi juga otomatis tak terjawab karena MPR harus menggelontorkan dana untuk menghidupi 11 pimpinan yang hasil kerjanya juga jelas," lanjut dia.

Kompas TV PKS meminta MKD DPR untuk memproses dugaan pelanggaran Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com