Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dampak Pemberlakuan Perppu Akses Informasi Keuangan

Kompas.com - 17/05/2017, 15:57 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah dampak berpotensi muncul akibat kebijakan dari pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Melalui aturan ini, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memiliki keleluasaan untuk mengakses informasi keuangan nasabah yang merupakan wajib pajak.

Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menuturkan, dampak pertama adalah konsekuensi bagi persaingan bisnis perbankan.

Dengan kondisi mudahnya akses informasi perbankan ke dunia internasional secara global, maka situasi tersebut dapat digunakan untuk sistem kompetitif terbuka.

"Konsekuensinya bagi perbankan yang santai-santai saja, bank-bank pelat merah yang tidak ada save di pasar tentunya mengakibatkan potensi untuk kalah bersaingnya besar," kata Taufik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/5/2017).

Kedua, perppu tersebut berkaitan dengan manajemen perbankan secara siber. Karena itu harus dibekali dengan batasan yang kuat agar tidak berujung penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu.

Pemberlakukan perppu juga diharapkan didukung aspek kemajuan teknologi.

"Jadi sungguh pun ini transparan, terbuka, mengikuti ketentuan internasional, tapi tidak mudah untuk di-hack sehingga tidak disalahgunakan," ucap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Ketiga, prinsip manajemen terbuka tersebut membuat aktivitas perbankan terbuka dan transparan. Sehingga siapa pun tidak bisa menyembunyikannya.

"Sampai berapa rupiah pun tahu semua. Jadi kita sudah enggak bisa lagi menyembunyikan. Masyarakat tidak bisa menghindari ketentuan yang ada di era transformasi kultural itu, khususnya perbankan," ujarnya.

Taufik berharap kebijakan ini tak lantas membuat masyarakat jadi malas untuk menyimpan uang di bank. Oleh karena itu, merupakan tugas pemerintah untuk memperkuat kebijakan ini dengan sistem yang mampu mencegah peretasan atau hacking.

"Mungkin masyarakat ada sebagian yang dampak negatifnya, malas ke bank. Sehingga menyimpan uang di bawah bantal. Ini tantangan, artinya itu menjadi konsekuensi manakala itu bisa dihindari, diperkuat," kata politisi dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII itu.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pada Selasa (16/5/2017) malam mengungkapkan, sebenarnya, jauh sebelum perppu ini ada, Ditjen Pajak sudah memiliki kewenangan untuk mengakses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Hanya saja, Ditjen Pajak harus meminta izin kepada Bank Indonesia. Bukan perkara gampang mendapatkan izin dari BI. Prosesnya kerap membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Akibatnya, pemeriksaan pajak bisa menjadi molor.

(Baca: Perppu Rampung, Ditjen Pajak Bisa Intip Rekening Tanpa Izin Menkeu dan BI)

Namun setelah adanya Perppu Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, Ditjen Pajak tidak perlu lagi susah payah. Ditjen Pajak bisa langsung meminta data kepada bank.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan, Presiden Joko Widodo sudah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

"Perppu itu, tertanggal 8 Mei 2016, sudah diundangkan," ujar Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

(Baca juga: Seskab: Yang Tidak Dukung Perppu 1/2017 Mungkin Ketakutan...)

Kompas TV Program amnesti pajak yang bergulir sejak 1 Juli 2016 lalu resmi berakhir Jumat (31/3).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com