Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Pidana Pajak Fahri Hamzah dan Fadli Zon Berawal dari Intelijen Pajak

Kompas.com - 10/05/2017, 18:23 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Handang Soekarno buka suara soal dugaan tindak pidana perpajakan yang diduga dilakukan dua Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon dan Fahri Hamzah.

Dugaan pidana pajak yang melibatkan Fadli Zon dan Fahri Hamzah terungkap dalam persidangan terhadap Handang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/5/2017). Menurut Handang, dugaan tersebut berawal dari informasi intelijen.

"Sumbernya adalah data dari analisis hasil kerja Direktorat Intelijen, saya sebagai Kasubdit Bukper menerima masukan dari laporan intelijen," kata Handang saat dikonfirmasi.

Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan barang bukti berupa nota dinas yang dimiliki terdakwa Handang Soekarno. Nota dinas tersebut kemudian dibenarkan oleh Direktur Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Dadang Suwarna, yang menjadi saksi untuk Handang.

"Betul ada nota dinas," kata Dadang.

(Baca: Ada Nota Dinas Pejabat Pajak soal Dugaan Pidana Pajak Fahri Hamzah dan Fadli Zon)

Nota dinas yang ditunjukan jaksa mencantumkan sejumlah nama wajib pajak, baik berupa perorangan maupun korporasi. Dua di antaranya adalah wajib pajak atas nama Fahri Hamzah dan Fadli Zon.

Dalam nota dinas dijelaskan bahwa Fadli Zon diduga tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan PPh orang pribadi atas nama Fadli Zon, untuk tahun pajak 2013 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.

Dalam catatan lain, Fadli Zon ditulis tidak menyampaikan SPT dari tahun 2011 sampai 2015.

Selain, itu terdapat catatan atas nama wajib pajak Fahri Hamzah. Dalam nota dinas, Fahri diduga menyampaikan SPT Tahunan PPh orang pribadi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, untuk tahun pajak 2013 - 2014 ke KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan.

"Daftar harta 2014 berbeda dengan LHKPN dengan jumlah selisih Rp 4,46 miliar," kata jaksa.

Menurut Handang, laporan tersebut kemudian diteruskan sebagai bukti permulaan dan diusulkan untuk naik ke tingkat penyelidikan. Namun, belum sempat laporan tersebut diserahkan kepada Direktur Penegakan Hukum, Handang lebih dulu ditangkap oleh petugas KPK.

Kertas berisi laporan tersebut kemudian disita petugas KPK dari tas milik Handang saat operasi tangkap tangan. Handang tidak mengetahui apakah laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti.

"Seharusnya naik ke bukti permulaan, cuma belum sempat saya sampaikan ke direktur, karena ada di tas saya. Saya kan pulang kerja itu, makanya belum diteken dan dinomorin," kata Handang.

Kompas TV Poin-poin apa saja yang dilaporkan MAKI?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com